MAKALAH PENGERTIAN DAN HUKUM POLIGAMI DALAM ISLAM
OLEH ;JOMIANTO MUZAKKI. S.Sy
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan kehidupan ini, manusia tidak dapat terlepas dari yang
namanya perkawinan.dalam hal ini allah membolehkan untuk seorang laki-laki
menikah dua ,tiga atau empat kalau mamapu
berbuat adil, akan tetapi kalau tidak mamapu berbuat adil maka
menikahlah satu orang saja, itu akan lebih baik bagimu dari bertindak aniaya.
Islam memandang poligami lebih
banyak membawa resiko /mudharot dari pada manfaatnya , karena manusia menurut
fitrahnya (human fature ) mempunyai watak cemburu,iri hati dan suka mengeluh.
Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi,jika hidup dalam
kehidupan keluarga yang poligami. Dengan demikian,poligami itu bisa menjadi
konflik dalam kehidupan keluarga,baik konflik dengan istri-istrinya dan
anak-anak dari istri-istrinya, maupu konflik antara istri bersama anak-anaknya
masing-masing. Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut islam adalah
monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat/ watak
cemburu, iri hati dan suka mengeluh
dalam kehidupan keluarga yang monogami, berbeda dengan kehidupan keluarga yang
poligami.orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri
hati/dengki,dan suka mengeluh dalam kadar tinggi,sehingga bisa mengganggu
ketenangan keluarga dan dapat pula membahayankan keutuhan keluarga. karena itu,poligami hanya
di perbolehkan,bila dalam keadaan darurat. Misalnya istri ternyata mandul. dan
suami tidak mandul sesuai dengan
keterangnan medis,maka suami diizinkan berpoligami dengan syarat ia benar-benar
mampu mencukupi nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya. Sehingga disini dibahas tentang dampak dan hikmah di bolehkan
berpoligami dalam kehhidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
Poligami dalam islam
A. pengertian, hukum dan hikmah poligami
kata-kata “poligami “ terdiri
dari kata ‘poli’ dan ‘gami’ secara etimologi
poli’ artinya banyak dan gami’
artinya istri. Jadi poligami itu berarti beristri banyak’. Sedangkan secara terminologi poligami yaitu
:”seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri atau seorang laki-laki beristri lebih dari
satu orang. Akan tetapi walaupun adanya sistem poligami dalam kehiduan manusia
didalam islam yang nammanya poligami di batasi paling banyak empat orang’.
Allah SWT membolehkan
berpoligami sampai 4 orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka.
Yaitu adil dalam melayani istri,seperti urusan nafkah,tempat
tingngal,pakaian,giliran dan segalahal yang bersifat lahiriah. Akan tetapi jika
tidak dapat berlaku adil maka cukup menikah dengan satu istri saja ( monogami)
hal ini berdasarkann firman Allah SWT.
Artinya:
Dan
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak ) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya ) maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi :dua,tiga ,atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil ,maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu
miliki,yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat aniay, (QS-ANI’SA ayat
3)
Berkaitan dengan masalah ini,
rasyd ridha mengatakan,sebagai mana yang di kutib oleh masyfuk zuhdhhi [1] sebagai berikut :
Islam memandang poligami lebih
banyak membawa resiko /mudharot dari pada manfaatnya , karena manusia menurut
fitrahnya (human fature ) mempunyai watak cemburu,iri hati dan suka mengeluh.
Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi,jika hidup dalam
kehidupan keluarga yang poligami. Dengan demikian,poligami itu bisa menjadi
konflik dalam kehidupan keluarga,baik konflik dengan istri-istrinya dan
anak-anak dari istri-istrinya, maupu konflik antara istri bersama anak-anaknya
masing-masing. Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut islam adalah
monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat/ watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan
keluarga yang monogami, berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligami.orang
akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati/dengki,dan
suka mengeluh dalam kadar tinggi,sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga
dan dapat pula membahayankan keutuhan
keluarga. karena itu,poligami hanya di perbolehkan,bila dalam keadaan darurat.
Misalnya istri ternyata mandul. dan suami tidak
mandul sesuai dengan keterangnan medis,maka suami diizinkan berpoligami
dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah lahir dan giliran waktu
tinggalnya.
Suami wajib berlaku adil
terhadap istri-istrinya dalam urusan : pangan, pakaian, tempat tinggal,giliran
berada di tempat masing-masing istri.dan lainnya yang bersifat kebendaan.,tanpa
membedakan antara istri yang kaya dengan istri yang miskin,yang berasal dari
keturunan tinggi atau yang berasal dari keturunan bawah.
Jika suami khawatir berbuat
zalim dan tidak mampu memenuhi hak mereka,maka ia haram melakukan poligami.bila
ia hanya sanggup memenuhi hak-hak istrinya hanya tiga orang, maka ia haram
menikah istri yang keempatnya. Jika ia hanya sanggup memenuhi hak-hak istri dua
orang saja ,maka ia haram menikah yang ke tiga kalinya. Mengenai adil terhadap
isti-istri dalam masalah cinta dan kasih sayang, abu bakar bin araby mengatakan
bahwa hal ini berada di luar kesanggupan manusia. Sebab cinta itu adanya dalam
genggaman ALLAH SWT yang mampu
membolak-balikannya menurut kehendaknya begitu pula dengan hubungan
sekssual, teerkadang suami gairah dengan istri yang satu ,tetapi tidak
bergairah dengan istri lainnya. Dalam hal ini, apa bila tidak di sengaja, ia
tidak terkena hukuman dosa karena berada di luar kemampuannya. Oleh karna itu,ia
tidak di paksa untuk berlaku adil.[2]
Dalam kaitannya di atas aysyah
r.a berkata :
Artinya :
Rosulullah
SAW selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil,dan beliau pernah berdo’a, ya allah ini
bagianku yang dapat aku kerjakan . karena itu janganlah engkau mencelakakan ku
tentang apa yang engkau kuasai sedangkan aku tidak mengusainya. Abu daud
berkata :yang di maksud dengan’ engkau kuasai tetapi aku tidak menguasai yaitu
hati.
Menurut al-khatabi,hadis
tersebut sebagai penguat adanya wajib melakukan pembagian yang adil terhadap
istri-istrinya yang merdeka,dan makruh bersikap berat sebelah dalam
menggauliya, yng berarti mengurangi haknya,karena masalah,tetapi tidak dilarang
untuk lebih mencintai perempuan yang satu darupada yang lainnya, karena masalah
cinta berada di luar kesanggupanya.
B. PROSEDUR POLIGAMI.
Mengenai prosedur atau tata
cara poligami yang resmi di atur oleh islam memang tidak ada ketentuan secara
pasti. Namu di indonesia dengan kompilasi hukum islamnya telah mengatur hal
tersebut sebagai berikut.[3]
Pasal 56
1.
suami yang hendak beristri lebih dari satu orang
harus mendapat izi dari pengadilan agama,
2.
pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat
1.dilakukan menurut tata cara sebagai berikut;istri tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat di sembuhkan .atau istri tidak dapat melahir anak.
3.
perkawinan yang dilakukan pada istri kedua,ketiga
.keempat tanpa izin dari pengadilan agama,tidak mempunyai kekuatan hukum.
C. HIKMAH POLIGAMI
Mengenai hikmah diizinkan
berpoligami ( dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil) antara lain
sebagai berikut;
1 .untuk mendapatkan keturunan
bagi suami yang subur dan istri yang mandul.
2 . Untuk menjaga keutuhan
keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tak
dapat di sembuhkan.
3. Untuk menyelamatkan suami
dari hyperseks dari perbuatan zina dan krisis ahklak lainnya.
Untuk menyelamatkan kaum wanita
dari krisis ahklak yang tinggal di negara/masyarakat yang jumlah wanitanya jauh
lebih banyak dari kaum peria nya.(misalnya akibat pepeerangan yang cukup
panjang.
D. HIKMAH DILARANG NIKAH LEBIH DARI EMPAT
Allah yang maha bijaksana
memperbolehkan seseorang untuk menikah satu,dua sampai empat wanita, dengan
syarat dia mampu untuk berbuat adil. Allah melarang mennikah lebih dari empat. Karena melebihi
batas jumlah itu akan mendatangkan aniaya. Seorang tidak mungkin mampu menahan
diri dari perbuatan aniaya tersebut meskipun telah mempunyai pengeteahuan dan
imu yang banyak.
Namun larangan itu tidak
berlaku untuk nabi SAW, karena beliau adalah manusia yang terjaga dari
kesalahan dan tidak pernah menyalai al-Qur’an dalam egala keadaann. Diriwayatkan
bahwa seorng laki-laki bernama ghailan
masuk islam,istrinya berjumlah 10 orang, maka rosullullah menyuruhnya
untuk memilih empat di antara mereka.disebutkan pula Qais bin al-harits masuk
islam dengan 8 istri, maka rosullullah menyuruhnya untuk memilih empat di
antara mereka. Rosulullah mengatakan padanya:
Artinya :
Pilihlah
empat di antara mereka dan pisahlah sisa yang lain.
Dalam hadis di atas rosulullah
menyuruh orang itu untuk memisahkan sisa yang lain. Kawin lebih dari empat di
khawatirkan akan menimbulkan aniaya karena tidak mampu memberikan
hak-hakistri-istrinya. Dan dalam kenyataan memang mereka tidak mampu memberikan
hak-hak tersebut. Disitulah letak syarat dari firman Allah Yaitu kalau khawatir
tidak bisa berlaku adil dalam pembagian kebutuhan seks, nafkah dan lain-lain.
jika tidak kuat kawin dua,tiga,atau empat maka di anjurkan satu saja,[4]
Jadi lebih singkatnya,hikmah di
larangnya nikah lebih dari empat istri ( bagi orang biasa) adalah :
1.
batas maksiml beristri bagi manusia biasa adalah
empat istri, tapi jika lebih dari empat istri berarti melampaui batas
kemampuan,baik dari segi kemampuan fisik,mental, maupun tanggung jawab,
sehingga nantinya akan repot sendiri,bingung sendiri,dan akhirnya akan
menimbulkan gangguan kejiwaan.(stress)
2.
karena melampaui batas kemampuan,maka ia akan
terseret melakukan kezaliman (aniaya),baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
istri-istrinya.
3.
manusia biasa biasanya didominasi oleh nafsu
syahwatnya, yang cenderung melakukan penyimpangan-penyimpangan,sehingga ia
tidak mepunyai kekuatan untuk memberikan hak-haknya kepada istri-istrinya.
BAB III
KESIMPULAN
Allah SWT membolehkan
berpoligami sampai 4 orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka.
Yaitu adil dalam melayani istri,seperti urusan nafkah,tempat tingngal,pakaian,giliran
dan segalahal yang bersifat lahiriah. Akan tetapi jika tidak dapat berlaku adil
maka cukup menikah dengan satu istri saja
Islam memandang poligami lebih
banyak membawa resiko /mudharot dari pada manfaatnya , karena manusia menurut
fitrahnya (hhuman fature ) mempunyai watak cemburu,iri hati dan suka mengeluh.
Watak-waak tersebbut akan mudah timbul dengan kadar tinggi,jika hidup dalam
kehidupan keluarga yang poligami. Dengan demikian,poligami itu bisa menjadi
konflik dalam kehidupan keluarga,baik konflik dengan istri-istrinya dan
anak-anak dari istri-istrinya,maupu konflik antara istri bersama anak-anaknya
masing-masing
Namun larangan itu tidak
berlaku untuk nabi SAW, karena beliau adalah manusia yang terjaga dari
kesalahan dan tidak pernah menyalai al-Qur’an dalam segala keadaan. hikmah
di larangnya nikah lebih dari empat istri ( bagi orang biasa) adalah :
-batas maksiml beristri bagi manusia biasa adalah empat
istri, tapi jika lebih dari empat istri berarti melampaui batas kemampuan,baik
dari segi kemampuan fisik,mental, maupun tanggung jawab, sehingga nantinya akan
repot sendiri,bingung sendiri,dan akhirnya akan menimbulkan gangguan kejiwaan.(stress)
-karena melampaui batas kemampuan,maka ia akan terseret
melakukan kezaliman (aniaya),baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
istri-istrinya.
-manusia biasa biasanya didominasi oleh nafsu syahwatnya, yang cenderung
melakukan penyimpangan-penyimpangan,sehingga ia tidak mepunyai kekuatan untuk
memberikan hak-haknya kepada istri-istrinya
DAFTAR PUSTAKA
-Abdul rahmad ghozali,fiqih
munakahat,kencana prenada ,Jakarta,2006,cet
2.hal 138.
-Abdulrahman
H.SH. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
Jakarta; cv
akademika presindo,1995 cet 2.
-Lihat
selamet abidin dan h. Aminudin. Fiqih
Munakahat. Bandung:CV
Pustaka Setia, 1999,cet ke2, jilit 1-2. hal 136-137.
- masyfuk zuhdi:kapita seleka hokum
islam ,jakara,gita karya 1988 cet.1hal 12
[1] Lihat masyfuk zuhdi:kapita seleka hokum islam ,jakara,gita karya 1988
cet.1hal 12
[2] Lihat selamet abidin dan h. Aminudin.
Fiqih Munakahat. Bandung:CV Pustaka Setia, 1999,cet ke2, jilit
1-2. hal 136-137.
[3] Abdulrahman H.SH. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta; cv akademika
presindo,1995 cet 2.
[4] Abdul rahmad
ghozali,fiqih munakahat,kencana prenada ,Jakarta,2006,cet
2.hal 138.
Trimakasih banyak
BalasHapusTrimakasih banyak
BalasHapus