OLEH: JOMIANTO MUZAKKI. S.Sy. 0821-7725-7006/ 7005
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dimasa ini kita banyak
menemukan berbagai macam paham-paham yang dianut oleh masyarakat kita. Semua
itu terjadi bukan karena beragamnya Islam sendiri tapi beragamnya pengertian
Islam dari berbagai penganutnya.Setiap pemikiran akan berdampak pada pemeluknya
sehingga menyebabkan fanatisme yang berlebih untuk membela apa yang mereka
yakini. Tak ayal sering terjadi perselisihan antara pengikut paham tertentu
dengan pengikut paham lainnya.
Pengetahuan tentang
paham-paham yang beredar di Indonesia umumnya ataupun sekeliling kita. Khususnya, haruslah kita mampu mengetahuinya
bukan untuk mengendorkan iman kita tapi untuk menambah iman kita.
Perlahan tapi pasti hanya keimanan dan kataqwaan yang mampu menyelamatkan kita dan mampu membawa kita bertemu dengan Dzat yang selalu kita harapkan untuk bertemu dengannya.
Perlahan tapi pasti hanya keimanan dan kataqwaan yang mampu menyelamatkan kita dan mampu membawa kita bertemu dengan Dzat yang selalu kita harapkan untuk bertemu dengannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dinamakan paham Qodariyah ?
2. Kapan munculnya aliran
Qodariyah dan siapa tokohnya ?
3.
Bagaimana doktrin-doktrin dari paham Qodariyah ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar bisa mengetahui dan memahami paham Qodariyah dan menyebutkan
pemikiran teologinya, sehingga dapat dibedakan dengan aliran aliran yang
lainnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ALIRAN QODARIYAH
Qodariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari qadara yang artinya
kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qodariyah adalah
satu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintrevensi oleh
Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Qodariyah dipakai
untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan
manusia dalam mewujudkan perbuatannya.
Paham Qodariyah pada hakikatnya adalah sebagian dari paham Mu’tazilah,
karena imam-imamnya terdiri dari orang-orang Mu’tazilah. Akan tetapi paham ini
dibicarakan dalam suatu pasal tersendiri, karena sepanjang sejarah persoalan
Qodariyah ini suatu soal yang besar juga, yang harus diperhatikan.
Latar belakang timbulnya Qodariyah ini sebagai isyarat kebijaksanaan
politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Mereka mengatakan bahwa Allah itu
adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada
orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas menentukan nasibnya sendiri
dengan memilih perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika Allah telah menentukan
lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu dhalim. Karena itu manusia harus
merdeka atau ikthiar atas perbuatannya. Manusia harus mempunyai kebebasan
berkehendak. Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan manusia itu
hanyalah bergantung pada Qadar Allah saja, selamat atau celaka seseorang itu
telah ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat itu adalah sesat. Sebab
pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti menganggapnya
pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan kejahatan. Mustahil Allah melakukan
kejahatan.
2.
ASAL-USUL KEMUNCULAN QADARIYAH
a. Pendapat Ahmad Amin
Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema yang
masih diperdebatkan. Manurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa
Qadariyah pertama kali dimunculkan Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan
Ad-Dimasyqy. Ma;bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah
berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari
Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
b. Pendapat Ibnu Nabatah
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin,
memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah
adalah orang Irak yang semula beragama kristen kemudian beragama islam dan
balik lagi keagama kristen. Dari oranginilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham
ini. Orang Irak yang dimaksud sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang
memperoleh informasi dari Al Auza’i adalah Susan.
c. Pendapat W. Montgomery
Sementara itu, W. Montgomery
watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman
yang dipublikasikan melaului majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini
menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau
bukan. Hal ini memang menjadi perdebatan, namun yang jelas, berdasarkan
catatannya terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat
memilih secara bebas memilih antara berbuat baik atau buruk.
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah penganut
Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan
keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang
menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka
sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri,
dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul Al- Uyun
bahwa fahan Qadariyah berasal dari orang irak kristen yang masuk islam kemudian
kembali lagi kekristen,adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan
faham ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah.
Lagipula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher , dikalangan gereja timur
ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir doktrin Qadariyah yang mencekam
pikiran para teologinya.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya
jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya.
Para peniti sebelumnya pun belum sepakat
mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian
terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan
Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan
pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah
masuk islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghallian . sebagian lain
berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang
yang banyak dipekerjakan diistana-istana.
d. Tantangan Untuk Faham Qodariyah
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu, ada
beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini. Pertama, seperti
pendapat Harun Nasution, karena masyarakat arab sebelum islam kelihatannya
dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa arab ketika itu serba
sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada
keganasan alam. Panas yang menyengat, serta tanah dan gunung yang gundul.
Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang
ditimbulkan oleh alam sekelilingnya.faham itu terus dianut kedatipun mereka
telah beragama islam, karena itu , ketika faham Qadariyah di kembangkan ,
mereka tidak dapat menerimanya, faham Qadariyah itu dianggap bertentangan
dengan doktrin islam.
Kedua tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan itu sangat mungkin
terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga
pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha
menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu
mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan
dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.
3. DOKTRIN – DOKTRIN ALIRAN QODARIYAH
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan
dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara
kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin
qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga
menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah
dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Manusia Mempunyai Qudroh
Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah
telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat
melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah
memberi beban kepada manusia, maka beban itu adalah sia-sia, sedangkan
kesia-siaan itu bagi Allah itu adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi”.
Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang dimiliki
manusia. Namun terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat Tuhan.
Qudrat Tuhan bersifat abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak
berbilang. Sedangkan qudrat manusia adalah sementara, berproses, bertambah dan
berkurang, dapat hilang.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula
melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah
seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia
hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah
laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan
untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan
yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya.
Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam
pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham
yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam
perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di
tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu
ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh
isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan
pribadinya sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima
siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan
kemampuannya sendiri.
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak
dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali
mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai
sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak
mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram,
akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian
pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat
sesuatu ,dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih
terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat
berenang di laut lepas. Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain
yang dapat membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan
lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang
dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah
sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia. Dengan pemahaman seperti ini, kaum
Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan
segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Paham Qadariyah adalah nama yang dipakai
untuk salah satu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam
menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Tokoh pemikirnya adalah Ma'bad al-Jauhani.
Dalam ajarannya, aliran Qadariyah sangat
menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam gerak laku dan
perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak
melaksankan kehendaknya itu.
Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan
agar temen-temen Mahasiswa dapat lebih
mengenal paham-paham yang ada dalam ajaran Islam. Dan bahwasanya setiap paham
itu memiliki dalil tersendiri dari al-Qur'an. Sehingga diharapkan nantinya kita
tidak mudah mengkafirkan paham yang lain. Perbedaan paham itu semata-mata
hanyalah karena perbedaan pemahaman dalam mentafsirkan al-Qur'an.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,
Abudin. 2001. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf. Jakarta: Rajawali Pers
Abdul Razak, DR. M.Ag, Rosihon Anwar, DR. M.Ag. 2007.Ilmu
Kalam.Bandung.Pustaka Setia
Haris, Murtafi. Aqidah Islamiyah.
http://www.google.co.id
http://alalungkaryailmiah.blogspot.com/2009/07/makalah-qodariyah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar