Selasa, 17 November 2015

JOMI ANTO MUZAKKI, KONSTITUSI, FUNGSI DAN KEDUDUKANNYA


MAKALAH KONSTITUSI ,FUNGSI DAN KEDUDUKANNYA. OLEH : JOMI ANTO MUZAKKI.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Dalam hidup bernegara, kita tidak dapat lepas dari sesuatu yang disebut hukum. Tidak ada satupun negara tanpa hukum. Karena memang fungsinya sangatlah krusial dalam mengatur kehidupan bernegara. R.M. Mac Iver dalam bukunya “The Modern state” halaman 250 menulis :”Even within the sphere of the state there are two kinds of law. There is the law, which governs the state and there is the law, by means of which the state governs. The former is constitutional law, the latter we may for the sake of distinction call ordinary law” ( Dalam linkungan negara, ada 2 macam hukum.
 Ada hukum yang memerintah negara dan ada hukum yang merupakan alat bagi negara untuk memerintah.hukum yang pertama adalah “Constitutional law” (Hukum tatanegara). Hukum yang kedua, untuk membedakannya dari hukum yang pertama, dapat kita namakan “Ordinary law” (Hukum biasa yang dipergunakan untuk bergerak,“actief  dienend.”)[1]
Dari kutipan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa dalam hidup bernegara, kita akan menemukan 2 macam hukum:

1) Hukum tata negara (Constitutional law ) sebagai yang mengatur negara.Unsur pokok dalam Hukum ini adalah Konstitusi.Unsur pokok inilah yang akan menjadi Headline dalam makalah ini.
2) Hukum biasa (Ordinary Law) sebagai hukum yang digunakan negara untuk mengatur sesuatu hal. Termasuk dalam hukum ini adalah Hukum pidana dan hukum perdata
Reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945.
 Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara negara.
 Akibatnya dalam penerapannya kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi dan kepentingan kekuasaannya.
Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang.
Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu.
Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna.
 Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

2. Rumusan Masalah

Dari sedikit gambaran diatas, tentu akan memunculkan beberapa pertanyaan
antara  lain sebagai berikut:
1. Apa pengertian Konstitusi?
2. Apa sajakah isi konstitusi itu?
3. Apa tujuan konstitusi?
4. Apa sajakah klasifikasi konstitusi itu?
5. Bagaimana Proses perubahan konstitusi (amandemen)?
6. Bagaimanakah sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia?

3. Tujuan
1. Memahami konsep dasar tentang konstitusi.
2. Mengetahui beberapa hal yang dimuat dalam konstitusi.
3. Menetahui tujuan adanya konsitusi.
4. Mengetahui beberapa klasifikasi Konstitusi dari beberapa perspektif.
5. Mengetahui proses perubahan konstitusi ( amandemen).
6. Mengetahui sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia.






















BAB II
PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN KONSTITUSI

Kata Konstitusi berarti “pembentukan”, berasal dari katakerja“Constituer” (bahasa Prancis) yang berarti membentuk. Yang dibentuk adalah sebuah negara. Maka, Konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara Maka dapat dipahami, bahwa bahasa Belanda menggunakan kata “Grondwet”, yang berarti suatu undang- undang yang menjadi dasar (grond)dari segala hukum. Sedangkan di Indonesia menggunakan kata “ Undang- Undang Dasar” sepertigr ondwet tadi.[2]
Menurut K. C. Wheare, konstitusi adalah kumpulan hukum, institusi dan adat kebiasaan, yang ditarik dari prinsip- prinsip rasio tertentu yang membentuk sistem umum, dengan mana masyarakat setuju untuk diperintah.[3]

Sedangkan Abu Daud Busroh membagi pengertian konstitusi menjadi 2(dua) macam:

a)      Konstitusi dalam arti luas adalah peraturan- peraturan yang membentuk,
mengatur dan memerintah negara baik yang tertulis maupun tidak.
b)      Konstitusi dalam arti sempit adalah peraturan negara yang tertuang dalam
satu dokumen.[4]


Dengan demikian, suatu konstitusi merupakan suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai soko-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”.[5] Konstitusi di Indonesia adalah Undang- Undang Dasar 1945.
B. ISI KONSTITUSI
Berdasarkan pengertian diatas, sudah dapat dipastikan bahwa konstitusi memuat berbagaimacam hal yang sangat penting dalam terbentuknya suatu negara. Dengan melihat sekilas pada konstitusi- konstitusi dari berbagai negara, akan nampak jelas bahwa orang- orang berbeda pemikiran menyangkut apa yang harus menjadi isi konstitusi.
Orang Norwegia mengatakan bahwa memerlukan kira- kira 25 halaman, sementara bangsa India membutuhkan kira- kira 250 halaman untuk konstitusi mereka tahun 1950.6  Sedangkan bangsa Indonesia sendiri membutuhkan 37 pasal untuk merumuskan berbagaimacam hal yang fundamental dalam berdirinya NKRI. Secara global, isi UUD 1945 adalah sebagai berikut:
a) Bentuk dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b) Sistem pemerintahan.
c) Sistem pertahanan negara.
d) Hak asasi manusia.
e) Kewarganegaraan.





  1. TUJUAN KONSTITUSI

Hukum pada Umumnya bertujuan untuk mengadakan tatatertib guna keselamatan masyarakat, yang penuh dengan bentrokan antara berbagai kepentingan yang tersebar di tengah-tengah masyarakat . Maka dari itu, tujuan konstitusi secara global adalah:

a. Mengadakan tata tertib dalam berbagai lembaga kenegaraan, baik dalam hal  kewenangannya maupun cara bekerjanya.
b. Mengadakan tata tertib dalam hal hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya.[6]

Dalam satu situs mengatakan bahwa tujuan konstitusi adalah sebagai berikut:
1.    Konstitusi menggambarkan struktur negara dan bekerjanya lembaga  lembaga negara.
2.   Konstitusi menjelaskan kekuasaan dan kewajiban pemerintah.
3.   Konstitusi membatasi kekuasaan pemerintah, karena itu juga  berfungsi mencegah kekuasaan yg sewenang-wenang.
4.   Konstitusi menetapkan dan melindungi hak-hak dasar warganegara.

D.  Klasifikasi Konstitusi dalam Perbagai Perspektif

Konstitusi memiliki beberapa klasifikasi dalam beberapa perspektif. Antara  lain adalah sebagai berikut.



1. Konstitusi tertulis dan Tidak tertulis

Ternyata di dunia ada 2 macam konstitusi, yaitu konstitusi tertulis  (written constitution) dan tidak tertuli (unwritten constitution). Menurut buku karangan Amos J. Peaslee ”Constitutions of Nations”, hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi terulis.
Hanya Inggris dan Canada yang tidak mempunyai konstitusi tertulis. Sedangkan konstitusi tak tertulis itu seperti halnya hukum tak tertulis yang berdasar atas adat kebiasaan.

  1. Berdasarkan Sifat Konstitusi

Berdasarkan sifat konstitusi, K. C. Wheare membagi konstitusimenjadi 2, yaitu :
a)   KonstitusiRigid (kaku) adalah konstitusi yang bisa diamandemen, tetapi harus melalui proses khusus.
b) KonstitusiFleks ibe l adalah konstitusi yang dapat diamandemen tanpa melalui proses khusus.[7]

  1. Berdasarkan subyek yang berhak mengamandemen konstitusi.

 Berdasarkan perspektif ini, K. C. Wheare membagi konstitusi menjadi 2, yaitu :
a) Konstitusi yangsupreme terhadap legislatif yaitu yang tidak dapat  diamandemen oleh badan legislatif.
b) Konstitusi yang tidaksupr em e terhadap legislatif.




  1. Berdasarkan Proses Pendistribusian Kekuasaan Pemerintahan.

Berdasarkan perspektif ini, K. C. Wheare membagi konstitusi menjadi 2,
yaitu :
a) Konstitusi Kesatuan adalah kekuasaan legislatif pusat dalam mengatur
legislatif di bawahnya.
b) Konstitusi Federal adalah kekuasaan pemerintah dibagi antara pemerintah untuk seluruh negara dan pemerintah untuk negara- negara bagian.[8]
G. Sejarah Lahirnya Konstitusi di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia merupakan bagian dari kerajaan Belanda. Aturan yang digunakan pada saat itu adalah “grondwet”. Dengan aturan tersebut, seluruh hukum ditentukan melalui salah satu jalan, yaitu “wet” (undang- undang) atau “algemeen maatregel van bestuur” ( keputusan raja Belanda).
Pada tahun 1855, terjadilah reegering sreglement” yang menghasilkan Indische staatsregeling” yang didalamnya mengenal  macam undang- undang.
Pada masa pendudukan Jepang sejak bulan Maret 1942 hingga 17 Agustus 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia tidak jauh berbeda dengan masa penajahan Belanda. Diantaranya Gubernur Jenderal diganti oleh Gun- Sei kan, Departemen kehakiman diubah menjadis ihoo-bu.


Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ditetapkan suatu undang- undang 1945. Persiapan itu telah dilakukan sejak akhir Mei 1945. Oleh PPPKI (Panitia Persiapan Penyelidikan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Dr. K. R. T. Radjiman Wedioningrat.
Setelah kekalahan Jepang dari sekutu pada Perang Dunia II, Belanda berusaha kembali ke wilayah Indonesia dengan NICA (Netherlands Civil Affairs). Akibatnya, beberapa daerah di Indonesia diberi status Negara Bagian dari suatu negara federasi, yaitu Belanda.
Kemudian pada tanggal 17 Nopember 1945, terjadilah perundingan pertama Indonesia- Belanda yang diwakili oleh Van Mook dan Sutan Syahrir dengan pimpinan Jenderal Inggris Christison yang tak menghasilkan apa-apa.
Dilanjutkan dengan persetujuan linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 yang  intinya adalah:
A. Pemerintah Belanda mengakui Pemerintah Republik Indonesia berkuasa  de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatera.
 B. Kedua pemerintah akan bekerjasama untuk waktu singkat untukmembentuk negara federasi yang berdaulat dan demokratis, bernama Republik Indonesia Serikat.

Berlanjut dengan Agresi Militer I, Persetujuan Renville, dan Agresi Militer II oleh Belanda. Hingga akhirnya pada tanggal 28 Januari 1949 DK PBB menerima resolusi yang memuat:
A. Supaya segera dilakukan “cease fire” (pemberhentian tembak-
menembak).
B. Membebaskan pemimpin- pemimpin Republik Indonesia.
Namun hal itu tak pernah dihiraukan. Hingga akhirnya terjadilah KMB pada tanggal 13 Agustus 1949 di Den Haag. Tidak lama kemudian, Indonesia menjadi Negara Kesatuan. Setelah itu, muncullah UUDS 1950. Hingga akhirnya berubah menjadi UUD 1945.
  • UUD 1945 dimaksudkan untuk waktu sementara sebagai persyaratan yuridis formal pembentukan suatu negara .
  • Kelembagaan politik saat itu belum terbentuk secara mapan, sehingga fungsi konstitutif dijalankan sementara oleh PPKI .
  • Pernyataan kemerdekaan perlu disusul dengan pembentukan MPRS , yang bertugas merumuskan konstitusi.
  • Karena situasi politik yang tidak menentu, UUD 1945 kemudian berubah seiring dengan terjadinya perubahan sistem pemerintahan.
  • Konstitusi RIS & UUDS 1950 sesungguhnya juga dimaksudkan untuk sementara waktu, shg harus disusul dgn penyusunan konstitusi yg definitif .
  • Karena bersifat sementara, substansi UUD 1945 belum mampu mengakomodasikan seluruh permasalahan dalam berbagai bidang .
  • Untuk itu, kepada UUD 1945 dilekatkan sifat singkat dan supel , dengan harapan selalu mampu menyesuaikan dengan dinamika kontemporer .
  • Sifat singkat & supel tsb dalam perkembangannya justru dianggap sebagai pasal karet yg dengan mudah diinterpretasikan secara manipulatif oleh penguasa untuk kepentingan politiknya รจ Dasar pemikiran perlunya AMANDEMEN !!


H. SEJARAH KETATANEGARAAN
Saat founding fathers menerima diberlakukannya UUD 1945 yang dicetuskan Prof Soepomo pada sidang PPKI 18 Agustus 1945 telah menyadari, UUD 1945 hanya bersifat sementara atau istilah Bung Karno "undang-undang dasar kilat". Mereka semua committed jika kelak keadaan mengizinkan, bangsa Indonesia akan melaksanakan pemilu untuk membuat UUD baru yang definit berasas kedaulatan rakyat.
Sejarah ketatanegaraan kita yang menggunakan konstitusi UUD 1945 sebagai landasan struktural telah menghasilkan berbagai sistem pemerintahan yang berbeda-beda, bahkan pernah bertolak belakang secara konseptual.
Dalam periode revolusi, hanya di masa kabinet Soekarno-Hatta yang pertama (Agustus 1945-sampai keluar Maklumat X tanggal 16 Oktober 1945), berarti hanya dua bulan kita menerapkan UUD 1945 yang "asli" yang kekuasaan sepenuhnya di tangan Presiden. Maklumat Wakil Presiden No X mengubah secara mendasar sistem ketatanegaraan dari Presidensial ke Parlementer, meski tetap menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi.
Pada 1949 bangsa Indonesia telah mengganti UUD 1945 dengan Konstitusi RIS dan tahun 1950 lagi-lagi diganti dengan UUD Sementara 1950, tetapi tetap menganut paham demokrasi konstitusional meski dengan sistem berlainan. Baru tahun 1955 pertama kali diselenggarakan pemilu dan dibentuk Majelis Konstituante untuk membuat UUD baru yang definitif.
Sebelum tugasnya selesai, Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959. Bukan disebabkan Konstituante tak berhasil atau mengalami deadlock dalam menyusun UUD baru sebagaimana diajarkan dalam semua buku pelajaran sejarah versi pemerintah, tetapi karena ada kepentingan politik dari kalangan militer dan pendukung Soekarno.
Dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 melalui Dekrit 5 Juli 1959, timbul kembali pemerintahan otoriter di bawah panji Demokrasi Terpimpin Soekarno dilanjutkan rezim otoriter Orde Baru Soeharto dengan panji Demokrasi Pancasila.
Dalam masa pemerintahan transisi, baik di zaman Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati sebelum Pemilu 2004, kita menyaksikan betapa lemahnya UUD 1945 mengatur penyelenggaraan kekuasaan negara karena sifatnya yang multi-interpretasi. Pemegang kekuasaan negara bisa melakukan berbagai distorsi dan devisiasi nilai-nilai demokrasi dan sistem pemerintahan.
kondisi dewasa ini dikhawatirkan kita menghadapi bahaya pengulangan sejarah, adanya sisa-sisa kalangan militer dan pendukung Soekarno yang menghendaki kembalinya "Demokrasi Terpimpin". Dulu mereka berhasil menjegal Majelis Konstituante dengan memakai "pedang" Dekrit 5 Juli 1959. Atau pendukung Soeharto yang menghendaki kembalinya "Demokrasi Pancasila" yang dengan landasan UUD 1945 yang "murni dan konsekuen" berhasil berkuasa selama 32 tahun.
Tuntutan untuk kembali ke UUD 1945 jelas diwarnai nostalgia atau sindrom pada kekuasaan otoriter dan totaliter yang pernah dinikmati di masa lampau dan merasa "kehilangan" atau tak bisa eksis lagi untuk membangun kekuatan politik dalam konteks UUD 1945 hasil amandemen.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan demikian, suatu konstitusi merupakan suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai soko-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”.
Sendi- sendi ini haruslah kuat dan tidak mudah runtuh, agar bangunan Negara tetap berdiri, walaupun ada angin taufan menerjang. Maka dari itu, Konstitusi harus tahan uji, kalau ada serangan dari tangan- tangan jahil yang akan menggantikan sendi- sendi itu dengan tiang- tiang yang lain coraknya dan yang akan merubah wajah negara, sehingga bangunan yang asli dan molek menjadi jelek. [9]
Konstitusi di Indonesia memilki sejarah panjang dan cukup berliku. Hingga akhirnya, Bangsa Indonesia berkomitmen dengan UUD 1945 yang memuat 37 pasal.
Perjalan pencarian jati diri bangsa Indonesia berupa sejarah perubahan- perubahan konstitusi cukup melelahkan. Begitu pentingnya konstitusi, mari kita jaga bersama kekokohan tiang- tiang Bangsa Indonesia, yaitu UUD 1945.
Dengan demikian, suatu konstitusi merupakan suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai soko-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”.



DAFTAR PUSTAKA

Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Tatanegara di Indonesia (Jakarta: Dian Rakjat,1983),
K. C Wheare, Konstitusi- Konstitusi Modern (Surabaya: pustaka Eureka,2003),
Abu Daud Busroh , Intisari Hukum Tatanegara Perbandingan Konstitusi 9 Negara ( Jakarta: BinaAksara),
K. C Wheare, Konstitusi- Konstitusi Modern (Surabaya: pustaka Eureka,2003),


Wheare, K. C.2003. Konstitusi- Konstitusi Modern.Surabaya: Pustaka Eureka.

Busroh, Abu Daud.2005. Intisari Hukum Tatanegara Perbandingan Konstitusi 9 Negara. Jakarta: Bina Aksara

www.laohamutuk.org/surat/konstbahasa.pd




[1] Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Tatanegara di Indonesia (Jakarta: Dian Rakjat,1983),9

[2] Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Tatanegara di Indonesia (Jakarta: Dian Rakjat,1983),10
[3] K. C Wheare, Konstitusi- Konstitusi Modern (Surabaya: pustaka Eureka,2003),
[4] Abu Daud Busroh , Intisari Hukum Tatanegara Perbandingan Konstitusi 9 Negara ( Jakarta: BinaAksara), 14
[5] Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Tatanegara di Indonesia (Jakarta: Dian Rakjat,1983),10

[6] Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Tatanegara di Indonesia (Jakarta: Dian Rakjat,1983),12

[7] K. C Wheare, Konstitusi- Konstitusi Modern (Surabaya: pustaka Eureka,2003),25.
[8] K. C Wheare, Konstitusi- Konstitusi Modern (Surabaya: pustaka Eureka,2003),12


[9] Wirjono Prodjodikoro, Azas- Azas Hukum Tatanegara di Indonesia (Jakarta: Dian Rakjat,1983),9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar