Minggu, 15 November 2015

MAKALAH QOSHASH AL- QUR'AN JOMIANTO MUZAKKI STAIN METRO LAMPUNG



MAKALAH QASHASH AL-QUR'AN,   JOMIANTO MUZAKKI, S.Sy   STAIN JURAI SIWO METRO
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kisah-kisah dalam al-Quran (qashash al-Qur’an) merupakan salah satu cara untuk menyampaikan dakwah Islam. Allah telah mengisahkan kepada kita dengan kisah-kisah yang sangat banyak dalam al-Qur’an. Yang demikian ini agar kita dapat berpikir, merenungkan kisah-kisah tersebut dan menemukan hikmah dan nasihat di dalamnya, serta dapat menggali pelajaran- pelajaran sebagai pedoman hidup.
Begitu juga dalam qashahs al-Qur’an, Allah telah memberikan pada kita hiburan, ketabahan, keteguhan hati dan kesabaran untuk tetap melakukan usaha dan perjuangan. Kisah-kisah al-Qur’an dalam tema-temanya, dalam cara penyampaiannya, dan dalam alur kejadiannya tunduk dengan maksud tujuan keagamaan. Namun demikian masih tidak menghalangi munculnya benih-benih keistimewaan seni dalam pemapaparannya. Pemapaparan al-Qur’an menyatukan antara maksud tujuan keagamaan dan maksud  tujuan seni dalam segala gambaran dan fenomena yang dapat dipaparkannya.
Bisa diperhatikan bahwa al-Qur’an menjadikan keindahan seni sebagai alat untuk mempengaruhi perasaan. Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang Pengertian Qashash Al-Qur'an, Macam-macam Qashash Al-Qur'an, Keistimewan-keistimewan Artistik Qashash Al-Qur'an, Tujuan-tujuan Qashash Al-Qur'an, Faidah Qashash Al-Qur’an Dan Contoh Kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur'an dan Hikmahnya.

B. Rumusan Masalah
Ø  Apakah yang dimaksud dengan pengertian Qasahsul Qur’an.?
Ø  Bagaimanakah macam-macamnya Qashasul Qur’an.?
Ø  Seperti apakah keistimewaan qashasul qur’an.?
Ø  Apakah yang menjadi tujuan pembahasan qasahsul qur’an ini.?


BAB II
PEMBAHASAN

1.  PENGERTIAN QASHASH AL-QUR'AN
Secara etimologi qashash ( ﺺﺼ) merupakan bentuk jamak dari kata ( ﺔﱠ) yang berarti  berita, kisah, perkara dan keadaan. Sebagaimana firman Allah :
"Sesungguhnya ini adalah kisah-kisah yang benar."[1] ( ﺔﱠ) juga berarti mengikuti jejak. Sebagaimana firman Allah:
"Lalu keduanya mengikuti kembali jejak mereka sendiri."[2] Al-Qur’an telah menyebutkan katak isah dalam beberapa konteks, pemakian danta shrif  (konjugasi) nya; dalam bentuk fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr dan mashdar.[3]
Secara terminologi, qashash al-Qur'an adalah kisah-kisah dalam al-Qur'an yang menceritakan keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang  terjadi masa lampau, masa Sekarang dan masa yang akan datang. Sedangkan Mana' al-Qathan mendefinisikan qashash al-Qur'an adalah pemberitaan al- Qur’an tentang hal-ihwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa  yang telah terjadi.[4]

2.  MACAM-MACAM QASHASH AL-QUR'AN
Kisah-kisah di dalam al-Qur'an itu bermacam-macam, ada yang menceritakan para Nabi  dan umat-umat terdahulu, serta ada pula yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan  keadaan, baik dari masa lampau, masa kini, ataupun masa yang akan datang. Ini merupakan  kebenaran kisah-kisah yang mana manusia tidak tahu pada masa Rasulullah kecuali sebagian saja yang mereka katahui.8 Atau mereka tahu kisah-kisah tersebut akan tetapi banyak memperselisihkannya.
Dalam hal ini, penulis membagi kisah-kisah dalam al-Qur’an dengan berbagai tinjauan, yaitu: Ditinjau dari segi waktu, ditinjau dari segi materi dan ditinjau dari segi panjang dan pendeknya.

*           Ditinjau dari segi Waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam al-qur'an, maka  qashash al-Qur'an itu terbagi menjadi tiga macam:
v  kisah-kisah hal-hal ghaib pada masa lalu (al-qashah al-Ghuyub al-madhiyah). Yaitu,  kisah-kisah yang menceritakan kejadian-kejadian yang sudah tidak bisa ditangkap panca  indra yang terjadi pada masa lampau. Contohnya seperti kisah-kisah pada Nabi Nuh,  Nabi Musa, dan kisah Maryam. Kisah-kisah ini merupakan hal gahib masa lampau,  karena telah usai dan menjadi kisah-kisah klasik.[5] Begitu juga kita tidak  mengalaminya, mendengarnya dan menyaksikannya.
v  Kisah-kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al-qashah al-ghuyub al-hadhirah). Yaitu, kisah-kisah yang menerangkan hal ghaib pada masa Sekarang, meski sudah Sejak  dahulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang. Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang para Malaikat, Jin, Setan, siksaan Neraka, kenikmatan Surga dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, Sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih tetap ada.[6] Bahkan, eksistensi wujud Allah termasuk dalam hal ghaib masa sekarang, karena Ia ada namun kita tidak bisa  melihatnya di dunia ini.[7]
v  Kisah-kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al-qashash al-ghuyub al-  mustqbilah). Yaitu, kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang  Belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur'an, kemudian peritiwa tersebut betul-betul terjadi. Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat al-Rum. Di antara karekteristik orang mukmin yang paling menonjol adalah beriman kepada hal ghaib. Rasionalitas Islam adalah rasianalitas ilmiah ghaibiyah.

*           Ditinjau dari segi Materi
Jika ditinjauu dari segi materi yang diceritakan, maka kisah al-Qur'an itu terbagi  menjadi tiga macam:[8]
v  Kisah-kisah para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka pada kaumnya, mu'jizat- mu'jizat yang memperkuat dakwahnya, kisah sikap orang-orang yang memusuhinya,  tapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diperkuat oleh yang mempercayai dan golongan mendustakan. Misalnya, kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Yusuf dan lain-lainnya.
v  Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah Thalut dan Jalut, penghuni gua, Zulkaranain dan lain-lainnya.
v  Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang tejadi pada masa  Rasulullah. Seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surat Ali Imran, Perang  Hunain dan Tabuk dalam surat al-Taubah, Isra', dan lain-lain.

*           Ditinjau dari segi Panjang dan Pendeknya.
Jika ditinjau dari segi panjang dan pendeknya, maka bisa dibagi menjadi empat macam:
Ø  Panjang dan berikut rinciannya. Seperrti kisah Nabi Yusuf , Nabi Musa, Nabi Isa dan lainnya.
Ø  Kisah yang perinciannya sedang-sedang saja. Dalam hal ini termasuk cerita Nabi Nuh, Nabi Adam dan lain-lannya.
Ø  Kisah yang rinciannya pendek, bahkan pendek sekali. Seperti kisah yang pendek adalah  kisah Nabi Hud, Nabi Shaleh dan lainnya. Sedangkan yang pendek sekali, seperti kisah  Nabi Zakariya yang disebutkan hanya ketika kelahiran Yahya dan ketika menanggung biaya Maryam.
Ø  Kisah yang hanya diisyaratkan (disinggung) saja. Tidak disinggung kecuali hanya  sekilas sifat pelaku saja. Seperti kisah Nabi Idris, Nabi Ilyas, dan Nabi Zulkifli.

3.  KEISTIMEWAN-KEISTIMEWAN  QASHASH AL-QUR'AN
Keindahan kisah-kisah dalam al-Qur’an bisa memudahkan masuk kedalam jiwa dan  mampu meperdalam kesannya dalam perasaan.  Secara umum keistimewaan-keistimewaan artistik kisah al-Quran mencakup empat  tampilan sebagai berikut:
*           Keanekaragaman Cara Penyampaian
Dalam hal ini ada empat cara yang berbeda untuk memulai penyampaian kisah, yaitu:[9]
ü   Menyebut sinopsis kisah, kemudaian setelah itu memaparkan rincian-rinciannya dari awal hingga akhir. Seperti kisah Penghuni Gua dalam surat al-Kahfi ayat 9-12.
ü   Menyebutkan kesimpulan kisah dan maksudnya, baru kemudian dimulai kisah itu dari  awal dan terus berlanjut dengan memaparkan rincian-rincian episodenya. Seperti kisah  Nabi Musa dalam surat al-Qashah ayat 2-6.
ü   Menyebutkan kisah langsung tanpa pendahuluan, juga tanpa sinopsis. Dalam ketiba-  tibaan ini memiliki keistimewaan tersendiri. Seperti kisah Maryam saat melahirkan  Nabi Isa.
ü   Terkadang kisah itu berubah menjadi seperti sandiwara, dan terkadang hanya  disebutkan beberapa lafal yang memberitahukan awal paparan, kemudian kisah  bercerita tentang kisahnya dengan perantara pemainnya. Seperti adegan dari kisah  Ibrahim dan Ismail dalam surat al-Baqarah ayat 127.




*           Keanekaragaman dengan Cara yang Tiba-tiba
Dalam hal ini ada empat cara, yaitu:16
Ø  Terkadang rahasia secara tiba-tiba disembunyikan dari pemain dan dari pemirsanya,  hingga dibukakan untuk mereka berdua dengan tiba-tiba secara bersamaan dan waktu  yang sama pula. Seperti kisah Musa dan hamba shalih dalam surat al-Kahfi ayat 60-78.
Ø  Terkadang rahasia dapat ditemukan oleh pemirsa dan para pemain. Mereka bertingkah  laku tanpa diketahui apa rahasianya dan semua manusia menyaksikan akan tingkah laku  mereka tersebut. Seperti kisah pemilik kebun dalam surat al-Qalam ayat 17-27.
Ø  Terkadang di satu tempat, beberapa rahasia terbuka untuk pemirsa namun masih menjadi misteri bagi pemainnya, dan ditempat lain menjadi misteri bagi pemirsa dan juga bagi pemainnya di dalam satu kisah. Sperti kisah singgasana ratu Balqis yang  didatangkan dalam sekejap mata. Kita tahu bahwa singgasana itu ada di hadapan  Sulaiman, tapi saat itu ratu Balqis tidak mengetahui apa yang sudah kita ketahui. Ini  terdapat dalam surat al-Naml ayat 42-44.
Ø  Terkadang tidak ada rahasia yang tersembunyi, namun di waktu yang sama kekagetan  melanda pemirsa juga pemain, padahal di saat itu keduanya mengetahui akan  rahasianya. Seperti kekagetan kisah Maryam ketika dia membuat tabir yang  melindunginya. Di sana dia di kagetkan dengan munculnya Ruh al-Amin dalam bentuk  seorang laki-laki. Ini terdapat dalam surat Maryam ayat 18-24.

*           Perpindahan Episode
Maksudnya celah-celah antara satu adegan dengan adegan lain yang mengakibatkan  terjadinya pembagian dan pemotongan adegan-adegan, yang dalam kisah sandiwara modern  dilakukan dengan penutupan tirai. Ini bisa diisi dengan hayalan dan dapat dinikmati dengan  menebak-nebak apa yang akan terjadi, dalam waktu antara adegan yang lewat dan adegan yang  akan datang.
Seperti kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf yang bisa terbagi menjadi dua puluh delapan adegan.17 Sungguh menakjubkan bahwa dengan pemisah adegan-adegan dapat
memberikan nuansa istimewa terhadap alur cerita.

*           Ilustrasi dalam Kisah
Ilustrasi pada adegan-adegan dalam kisah ada beberapa warna. Pertama, tampak pada  kekuatan penyajian dan menghidupkan cerita. Kedua, tampak pada pengimajinasian atau pengilustrasian perasaan dan imosional. Ketiga , tampak pada pelukisan karekter. Ketiga warna  ini tidak bisa terpisahkan antara satu dengan lainnya, namun salah satunya bisa lebih tampak jelas di suatu kisah melebihi warna lainnya. Banyak pengakuan instingtif dari hati nurani insani yang luhur, yang tercengang  menyaksikan keagungan fenomena al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah bangunan yang tiada  bandingannya yang mempunyai arsitektur dan konstruksi yang artistik, menantang setiap daya  yang pernah dimiliki oleh manusia.[10] Rasio insani benar-benar akan berdiri dengan ketakjuban dihadapan kedalaman dan keluasan al-Qur’an.

4. TUJUAN-TUJUAN QASHASH AL-QUR'AN
Kisah-kisah di dalam al-Qur'an semata-mata untuk mewujudkan maksud tujuan  keagamaan. Tujuan-tujuan ini Sangat banyak sekali hingga sulit untuk dihitung denga jari.[11]  Menurut al Biqa’i, tujuan utamanya adalah untuk membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an  benar-benar merupakan penjelasan menyangkut segala sesuatu yang mengatur pada petunjuk  berdasarkan pengetahuan dan kekuasaan Tuhan secara menyeluruh.[12] Dalam kisah-kisah al-Qur'an mempunyai tujuan agung yang dapat disimpulkan tujuan  utamanya sebagai berikut:[13]
  • Membenarkan wahyu dan rízala Allah
  • Menerangkan da'wah yang disampaikan para rasul.
  • Mengisyaratkan kesatuan semua agama samawi (yang disampaikan kepada para Rasul).
  • Sikap umat-umat yang dihadapai para Rasul.
  • Hubungan erat antara semua syariat dan agama.
  • Menerangkan kemenangan para Rasul dan kebinasaan yang mengingkari Para Rasul.
  • Menerangkan kekuasaan Allah dalam menampilkan hal-hal luar biasa (mukjizat).
  • Akibat kebajikan dan kebaikan, dan akiabat kejahatan dan kedurjanaan.
Al-Ghazali mengatakan, dalam kisah-kisah al-Qur’an menjelaskan kondisi orang yang  menjalankan perintah Allah dan orang yang membangkang. Yang dimaksud yang pertama adalah ahli akhirat dan yang mendapatkan keberuntungan. Sedangkan yang  kedua adalah ahli dunia dan  orang yang merugi.
Dia mengatakan, kondisi orang yang menjalankan perintah Allah adalah  cerita tentang para Nabi dan orang-orang shalih, seperti cerita Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan lain-lain. Sementara kondisi orang yang mengingkari dan membangkang adalah seperti cerita Fir’aun, Ad, Namrud, dan lain-lain. Ini perlu untuk menakut-nakuti, memperingati dan memberikan pelajaran.[14] Bagian ini juga mencakup misteri, simbol, dan isyarat-isyarat yang  perlu dipikir panjang.
Sedangkan Sayyid Quthb menuliskan tujuan-tujuan kisah-kisah al-Qur'an yang singkatnya adalah: Penetapan wahyu dan risalah dan penetapan keesaan Allah, menerangkan pada dasarnya agama seluruhnya satu dasar yang bersumber dari Allah, memberikan penjelasan  metode dakwah para rasul adalah sama dan penerimaan kaum mereka terhadap ajarannya hampir sama, menerangkan bahwa Allah pada akhirnya akan menolong para  Nabinya dan membinasakan  orang yang mendustakannya, menerangkan peringatan dan kabar gembira, menerangkan nikmat  para Nabi dan orang-orang pilihannya yang diberikan oleh Allah, memberikan peringatan kepada anak Adam terhadap godaan setan, menampakkan permusuhan yang abadi terhadap setan, dan menerangkan kekuasaan Allah, menerangkan akibat perbuatan baik dan jahat dan juga nasihat dan wejangan-wejangan lainnya yang mewarnai kisah-kisah dalam al-Qur'an.[15]
 maksud tujuan keagamaan serat dengan tujuan-tujuan moral, semua itu sungguh telah  dicakaup oleh kisah, dan kisah merupakan alat dan jalan untuk semua itu.

5.  FAIDAH QASHASH AL-QUR'AN
Kisah-kisah dalam al-Qur'an mempunyai banyak faidah. Dengan mempelajari kisah-  kisah, minimal dapat memberikan informasi tentang kondisi perkembangan sesuatu masyarakat. Dengan mengetahui konteks kesejarahan mereka dalam ayat al-Qur’an, maka dengan mudah  dapat diterapkan pada setiap ruang dan waktu.[16] Dengan kisah-kisah dalam al-Qur’an juga meberikan kepada kita alur perkembangan sejarah manusia; tentang interaksi manusia bersama Tuhan dengan ikatan akidah dan interaksi manusia melalui perundang-undangan tata pergaulan manusia.[17] Berikut ini penulis cantumkan faidah-faidah terpenting dengan rincian sebagai berikut:
v  Menjelaskan asas-asas menuju Allah dan menjelaskan pokok syariat yang dibawah oleh para Nabi. Firman Allah: "Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami mewahyukan padanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku."26
v   Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya atas agama Allah, memperkuat  kepercayaan oran mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta  hancurnya kebatilan. Firman Allah: "Semua kisah para Rasul yang Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman."[18]
v  Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta  mengabadikan jejak peninggalannya.
v  Menampakkan kebeanran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang  diberitakannya tentang hal-ihwal orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
v  Menyibak kebohongan Ahli Kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan  petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang isi Kitab mereka sendiri sebelum Kitab itu dirubah dan diganti. Firman Allah: "Semua makanan adalah haram bagi Bani Israil, melainkan makanan yang diharamkan ole Israil (Ya'Kub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: (Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang benar."[19]
v  Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar  dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya kedalam jiwa. Firman Allah: "Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang yang  berakal."[20] Orang yang membaca kisah-kisah al-Qur’an dengan penuhta dabbur tentunya akan menumukan arahan dan petunjuk untuk mengambil manfaat dalam berbagai bentuk..














BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Al-Qur’an telah menelusuri sisi-sisi gelap yang terjauh di dalam kalbu insani, dan  menyusup sejauh-jauhnya dalam jiwa orang yang beriman dan orang yang kafir dengan suatu  layang pandang yang menyentuh perasaan yang paling halus dalam jiwa. Al-Qur’an telah  berjalan ke arah masa lampau kemanusiaan yang jauh, dan berjalan pula ke arah depan  kemanusiaan untuk mengajarkan tugas-tugas kehidupan.
Al-Qur’an telah melukiskan suatu lukisan yang menarik dari suatu pemandangan berbagai peradaban yang beriring-iringan. Kemudian ia mengundang agar kita merenungkannya  sepaya kita dapat mengambil manfaat dari akibat-akibatnya.  Al-Qur’an telah banyak mengisahkan kisah orang-orang dahulu dari para Nabi, orang-orang shalih, dan juga kisah orang mukmin dan kafir. dengannya Allah memerintahkan kepada kita untuk meneladani orang-orang shalih dan mushlih dari orang-orang dahulu, yang kisah-kisahnya telah dipaparkan kepada kita serta telah diajarkan kepada kita metode mereka dalam  berdakwah, ishlah, perlawanan terhadap musuh-musuh Allah, perjuangan jihad dan lain-lain.
Sedangkan dalam kisah orang kafir kita diserukan untuk mengambilib r a h agar kita tidak mengikuti langkah-langkah mereka. Jadi kisah-kisah dalam al-Qur’an tidak hanya sekedar  dongeng belaka, akan tetapi keberadaannya ada maksud dan tujuan sehingga kita dapat memetik  faidah-faidahnya.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim, Diponogoro.  
Al-Andalusi, Ibnu ‘Athiyah, al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz (Katar: Muassasah  Dar al-Ulum, 1984), jilid. 7
Al-Ghazali, Abu Hamid bin Muhammad, Ihya’ Ulum al-Din (Bairut: Dar al-Fikr, 1991), jilid. 4 
Kisah-kisah al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)
Al-Qathan, Mana’, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: al-Syirkah al-Muttahidah li al-Tauzi’,1973)
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998)
Qur’an Berkisah (Jakarta: Gema Insani, 2004)



[1] Surat Ali 'Imran: 62.
[2] Surat al-Kahfi: 64.
[3] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah,K is a h -kisah al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), jilid. I, hal. 21.
[4] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: al-Syirkah al-Muttahidah li al-Tauzi’, 1973), hal. 306
[5] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, hal. 36.
[6] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, hal. 296
[7] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, hal. 36.
[8] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, hal. 306
[9] Sayyid Quthb, Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, alih bahasa: Fathurrahman, Indahnya al-Qur’an Berkisah (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 203-206

[10] Malik bin Nabi, Dhahirah al-Qur’an, alih bahasa: Saleh Mahfoed, Fenomena al-Qur’an (Bandung: al- Ma’arif, 1987), hal. 232
[11] Sayyid Quthb, Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, hal. 158
[12] 20M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, kesan dan Keserasian al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati,  2002), jilid. 6, hal. 377
[13] Muhammad Ali al-Shabuni, al-Nubuwwah wa al-Ambiya’, alih bahasa: Alwi, Kenabian dan Riwayat  para Nabi (Jakarta: Lentera Baritama, 2001), hal. 129
[14] Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali , Jawahir al-Qur’an (Bairut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1983), hal. 14.
[15] Sayyid Quthb, Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, hal. 159-171
[16] Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an (Jakarta: Pernamadani, 2005), hal. 26-27.
[17] Muhammad Syahrur, al-Kitab wa al-Qur’an; Qira’ah wa al-Mu’ashirah (Bairut: Syirkat wa al- Mathbu’at li al-Tauzi’ wa al-Nasyr, 2000), hal. 675
[18] Surat al-Anbiya': 25.
[19] Surat Ali Imran: 93.
[20] Surat Yusuf: 111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar