MAKALAH QASHASH AL-QUR'AN, JOMIANTO MUZAKKI, S.Sy STAIN JURAI SIWO METRO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kisah-kisah dalam al-Quran (qashash al-Qur’an) merupakan salah satu cara untuk menyampaikan
dakwah Islam. Allah telah mengisahkan kepada kita dengan kisah-kisah yang sangat banyak
dalam al-Qur’an. Yang demikian ini agar kita dapat berpikir, merenungkan kisah-kisah
tersebut dan menemukan hikmah dan nasihat di dalamnya, serta dapat menggali
pelajaran- pelajaran sebagai pedoman hidup.
Begitu juga dalam
qashahs al-Qur’an, Allah telah memberikan pada kita hiburan, ketabahan,
keteguhan hati dan kesabaran untuk tetap melakukan usaha dan perjuangan. Kisah-kisah
al-Qur’an dalam tema-temanya, dalam cara penyampaiannya, dan dalam alur
kejadiannya tunduk dengan maksud tujuan keagamaan. Namun demikian masih tidak
menghalangi munculnya benih-benih keistimewaan seni dalam pemapaparannya. Pemapaparan
al-Qur’an menyatukan antara maksud tujuan keagamaan dan maksud tujuan seni dalam segala gambaran dan fenomena
yang dapat dipaparkannya.
Bisa diperhatikan bahwa
al-Qur’an menjadikan keindahan seni sebagai alat untuk mempengaruhi perasaan.
Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang Pengertian Qashash Al-Qur'an,
Macam-macam Qashash Al-Qur'an, Keistimewan-keistimewan Artistik Qashash
Al-Qur'an, Tujuan-tujuan Qashash Al-Qur'an, Faidah Qashash Al-Qur’an Dan Contoh
Kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur'an dan Hikmahnya.
B. Rumusan Masalah
Ø Apakah yang dimaksud dengan pengertian
Qasahsul Qur’an.?
Ø
Bagaimanakah macam-macamnya Qashasul Qur’an.?
Ø
Seperti apakah keistimewaan qashasul qur’an.?
Ø
Apakah yang menjadi tujuan pembahasan qasahsul
qur’an ini.?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN QASHASH AL-QUR'AN
Secara etimologi
qashash ( ﺺﺼﻗ) merupakan bentuk jamak dari kata ( ﺔﱠﺼﻗ) yang
berarti berita, kisah, perkara dan keadaan.
Sebagaimana firman Allah :
"Sesungguhnya ini
adalah kisah-kisah yang benar."[1]
( ﺔﱠﺼﻗ) juga
berarti mengikuti jejak. Sebagaimana firman Allah:
"Lalu keduanya
mengikuti kembali jejak mereka sendiri."[2]
Al-Qur’an
telah menyebutkan katak isah dalam beberapa
konteks, pemakian danta shrif (konjugasi) nya; dalam bentuk fi’il
madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr dan mashdar.[3]
Secara terminologi,
qashash al-Qur'an adalah kisah-kisah dalam al-Qur'an yang menceritakan
keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi masa lampau, masa Sekarang dan
masa yang akan datang. Sedangkan Mana' al-Qathan mendefinisikan
qashash al-Qur'an adalah pemberitaan al- Qur’an tentang hal-ihwal umat
yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[4]
2. MACAM-MACAM QASHASH AL-QUR'AN
Kisah-kisah di dalam al-Qur'an itu bermacam-macam,
ada yang menceritakan para Nabi dan
umat-umat terdahulu, serta ada pula yang mengisahkan berbagai macam peristiwa
dan keadaan, baik dari masa lampau, masa
kini, ataupun masa yang akan datang. Ini merupakan kebenaran kisah-kisah yang mana manusia tidak
tahu pada masa Rasulullah kecuali sebagian saja yang mereka katahui.8 Atau mereka tahu kisah-kisah tersebut akan tetapi
banyak memperselisihkannya.
Dalam hal ini, penulis membagi kisah-kisah dalam
al-Qur’an dengan berbagai tinjauan, yaitu: Ditinjau dari segi waktu, ditinjau dari segi materi dan
ditinjau dari segi panjang dan pendeknya.

Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam al-qur'an, maka qashash al-Qur'an itu
terbagi menjadi tiga macam:
v kisah-kisah hal-hal
ghaib pada masa lalu (al-qashah al-Ghuyub al-madhiyah). Yaitu, kisah-kisah yang menceritakan
kejadian-kejadian yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra yang terjadi pada masa lampau. Contohnya
seperti kisah-kisah pada Nabi Nuh, Nabi
Musa, dan kisah Maryam. Kisah-kisah ini merupakan hal gahib masa lampau, karena telah usai dan menjadi kisah-kisah
klasik.[5]
Begitu juga kita tidak mengalaminya,
mendengarnya dan menyaksikannya.
v Kisah-kisah hal-hal
ghaib pada masa kini (al-qashah al-ghuyub al-hadhirah). Yaitu, kisah-kisah
yang menerangkan hal ghaib pada masa Sekarang, meski sudah Sejak dahulu dan masih akan tetap ada sampai masa
yang akan datang. Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang para
Malaikat, Jin, Setan, siksaan Neraka, kenikmatan Surga dan sebagainya.
Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, Sekarang pun masih ada dan hingga
masa yang akan datang pun masih tetap ada.[6]
Bahkan, eksistensi wujud Allah termasuk dalam hal ghaib masa sekarang, karena
Ia ada namun kita tidak bisa melihatnya
di dunia ini.[7]
v Kisah-kisah hal-hal
ghaib pada masa yang akan datang (al-qashash al-ghuyub al- mustqbilah). Yaitu, kisah-kisah yang
menceritakan peristiwa yang akan datang yang Belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur'an,
kemudian peritiwa tersebut betul-betul terjadi. Contohnya seperti kemenangan
bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat al-Rum. Di antara
karekteristik orang mukmin yang paling menonjol adalah beriman kepada hal ghaib.
Rasionalitas Islam adalah rasianalitas ilmiah ghaibiyah.

Jika ditinjauu dari
segi materi yang diceritakan, maka kisah al-Qur'an itu terbagi menjadi tiga macam:[8]
v Kisah-kisah para
Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka pada kaumnya, mu'jizat- mu'jizat yang
memperkuat dakwahnya, kisah sikap orang-orang yang memusuhinya, tapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta
akibat-akibat yang diperkuat oleh yang mempercayai dan golongan mendustakan.
Misalnya, kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Yusuf dan lain-lainnya.
v Kisah-kisah yang
berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang
tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah Thalut dan Jalut, penghuni gua,
Zulkaranain dan lain-lainnya.
v Kisah-kisah yang
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang tejadi pada masa Rasulullah. Seperti perang Badar dan perang
Uhud dalam surat Ali Imran, Perang Hunain
dan Tabuk dalam surat al-Taubah, Isra', dan lain-lain.

Jika ditinjau dari segi
panjang dan pendeknya, maka bisa dibagi menjadi empat macam:
Ø Panjang dan berikut
rinciannya. Seperrti kisah Nabi Yusuf , Nabi Musa, Nabi Isa dan lainnya.
Ø Kisah yang
perinciannya sedang-sedang saja. Dalam hal ini termasuk cerita Nabi Nuh, Nabi
Adam dan lain-lannya.
Ø Kisah yang rinciannya
pendek, bahkan pendek sekali. Seperti kisah yang pendek adalah kisah Nabi Hud, Nabi Shaleh dan lainnya.
Sedangkan yang pendek sekali, seperti kisah Nabi Zakariya yang disebutkan hanya ketika
kelahiran Yahya dan ketika menanggung biaya Maryam.
Ø Kisah yang hanya
diisyaratkan (disinggung) saja. Tidak disinggung kecuali hanya sekilas sifat pelaku saja. Seperti kisah Nabi
Idris, Nabi Ilyas, dan Nabi Zulkifli.
3. KEISTIMEWAN-KEISTIMEWAN QASHASH AL-QUR'AN
Keindahan kisah-kisah dalam al-Qur’an bisa
memudahkan masuk kedalam jiwa dan mampu
meperdalam kesannya dalam perasaan. Secara
umum keistimewaan-keistimewaan artistik kisah al-Quran mencakup empat tampilan sebagai berikut:

Dalam hal ini ada empat cara
yang berbeda untuk memulai penyampaian kisah, yaitu:[9]
ü Menyebut sinopsis
kisah, kemudaian setelah itu memaparkan rincian-rinciannya dari awal hingga
akhir. Seperti kisah Penghuni Gua dalam surat al-Kahfi ayat 9-12.
ü Menyebutkan
kesimpulan kisah dan maksudnya, baru kemudian dimulai kisah itu dari awal dan terus berlanjut dengan memaparkan
rincian-rincian episodenya. Seperti kisah Nabi Musa dalam surat al-Qashah ayat 2-6.
ü Menyebutkan kisah
langsung tanpa pendahuluan, juga tanpa sinopsis. Dalam ketiba- tibaan ini memiliki keistimewaan tersendiri.
Seperti kisah Maryam saat melahirkan Nabi Isa.
ü Terkadang kisah itu
berubah menjadi seperti sandiwara, dan terkadang hanya disebutkan beberapa lafal yang memberitahukan
awal paparan, kemudian kisah bercerita
tentang kisahnya dengan perantara pemainnya. Seperti adegan dari kisah Ibrahim dan Ismail dalam surat al-Baqarah ayat
127.

Dalam hal ini ada empat cara,
yaitu:16
Ø Terkadang rahasia
secara tiba-tiba disembunyikan dari pemain dan dari pemirsanya, hingga dibukakan untuk mereka berdua dengan
tiba-tiba secara bersamaan dan waktu yang
sama pula. Seperti kisah Musa dan hamba shalih dalam surat al-Kahfi ayat 60-78.
Ø Terkadang rahasia
dapat ditemukan oleh pemirsa dan para pemain. Mereka bertingkah laku tanpa diketahui apa rahasianya dan semua
manusia menyaksikan akan tingkah laku mereka
tersebut. Seperti kisah pemilik kebun dalam surat al-Qalam ayat 17-27.
Ø Terkadang di satu
tempat, beberapa rahasia terbuka untuk pemirsa namun masih menjadi misteri bagi
pemainnya, dan ditempat lain menjadi misteri bagi pemirsa dan juga bagi
pemainnya di dalam satu kisah. Sperti kisah singgasana ratu Balqis yang didatangkan dalam sekejap mata. Kita tahu
bahwa singgasana itu ada di hadapan Sulaiman,
tapi saat itu ratu Balqis tidak mengetahui apa yang sudah kita ketahui. Ini terdapat dalam surat al-Naml ayat 42-44.
Ø Terkadang tidak ada
rahasia yang tersembunyi, namun di waktu yang sama kekagetan melanda pemirsa juga pemain, padahal di saat
itu keduanya mengetahui akan rahasianya.
Seperti kekagetan kisah Maryam ketika dia membuat tabir yang melindunginya. Di sana dia di kagetkan dengan
munculnya Ruh al-Amin dalam bentuk seorang
laki-laki. Ini terdapat dalam surat Maryam ayat 18-24.

Maksudnya celah-celah
antara satu adegan dengan adegan lain yang mengakibatkan terjadinya pembagian dan pemotongan
adegan-adegan, yang dalam kisah sandiwara modern dilakukan dengan penutupan tirai. Ini bisa
diisi dengan hayalan dan dapat dinikmati dengan menebak-nebak apa yang akan terjadi, dalam
waktu antara adegan yang lewat dan adegan yang akan datang.
Seperti kisah Nabi
Yusuf dalam surat Yusuf yang bisa terbagi menjadi dua puluh delapan adegan.17
Sungguh menakjubkan bahwa dengan pemisah adegan-adegan dapat
memberikan nuansa istimewa terhadap alur cerita.

Ilustrasi pada
adegan-adegan dalam kisah ada beberapa warna. Pertama, tampak pada kekuatan penyajian dan menghidupkan cerita. Kedua, tampak pada
pengimajinasian atau pengilustrasian perasaan dan imosional. Ketiga , tampak pada
pelukisan karekter. Ketiga warna ini
tidak bisa terpisahkan antara satu dengan lainnya, namun salah satunya bisa
lebih tampak jelas di suatu kisah melebihi warna lainnya. Banyak pengakuan
instingtif dari hati nurani insani yang luhur, yang tercengang menyaksikan keagungan fenomena al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah
bangunan yang tiada bandingannya yang
mempunyai arsitektur dan konstruksi yang artistik, menantang setiap daya yang pernah dimiliki oleh manusia.[10]
Rasio insani benar-benar akan berdiri dengan ketakjuban dihadapan kedalaman dan
keluasan al-Qur’an.
4.
TUJUAN-TUJUAN QASHASH AL-QUR'AN
Kisah-kisah di dalam
al-Qur'an semata-mata untuk mewujudkan maksud tujuan keagamaan. Tujuan-tujuan ini Sangat banyak
sekali hingga sulit untuk dihitung denga jari.[11]
Menurut al Biqa’i, tujuan utamanya
adalah untuk membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan penjelasan menyangkut
segala sesuatu yang mengatur pada petunjuk berdasarkan pengetahuan dan kekuasaan Tuhan
secara menyeluruh.[12]
Dalam kisah-kisah al-Qur'an mempunyai tujuan agung yang dapat disimpulkan
tujuan utamanya sebagai berikut:[13]
- Membenarkan wahyu dan rízala Allah
- Menerangkan da'wah yang disampaikan para rasul.
- Mengisyaratkan kesatuan semua agama samawi (yang disampaikan kepada para Rasul).
- Sikap umat-umat yang dihadapai para Rasul.
- Hubungan erat antara semua syariat dan agama.
- Menerangkan kemenangan para Rasul dan kebinasaan yang mengingkari Para Rasul.
- Menerangkan kekuasaan Allah dalam menampilkan hal-hal luar biasa (mukjizat).
- Akibat kebajikan dan kebaikan, dan akiabat kejahatan dan kedurjanaan.
Al-Ghazali
mengatakan, dalam kisah-kisah al-Qur’an menjelaskan kondisi orang yang menjalankan perintah Allah dan orang yang
membangkang. Yang dimaksud yang pertama adalah ahli akhirat
dan yang mendapatkan keberuntungan. Sedangkan yang kedua adalah ahli dunia
dan orang yang merugi.
Dia mengatakan,
kondisi orang yang menjalankan perintah Allah adalah cerita tentang para Nabi dan orang-orang
shalih, seperti cerita Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan lain-lain. Sementara
kondisi orang yang mengingkari dan membangkang adalah seperti cerita Fir’aun,
Ad, Namrud, dan lain-lain. Ini perlu untuk menakut-nakuti, memperingati dan
memberikan pelajaran.[14]
Bagian ini juga mencakup misteri, simbol, dan isyarat-isyarat yang perlu dipikir panjang.
Sedangkan Sayyid
Quthb menuliskan tujuan-tujuan kisah-kisah al-Qur'an yang singkatnya adalah:
Penetapan wahyu dan risalah dan penetapan keesaan Allah, menerangkan pada
dasarnya agama seluruhnya satu dasar yang bersumber dari Allah, memberikan
penjelasan metode dakwah para rasul
adalah sama dan penerimaan kaum mereka terhadap ajarannya hampir sama,
menerangkan bahwa Allah pada akhirnya akan menolong para Nabinya dan membinasakan orang yang mendustakannya, menerangkan
peringatan dan kabar gembira, menerangkan nikmat para Nabi dan orang-orang pilihannya yang
diberikan oleh Allah, memberikan peringatan kepada anak Adam terhadap godaan
setan, menampakkan permusuhan yang abadi terhadap setan,
dan menerangkan kekuasaan Allah, menerangkan akibat
perbuatan baik dan jahat dan juga nasihat dan wejangan-wejangan lainnya yang
mewarnai kisah-kisah dalam al-Qur'an.[15]
maksud tujuan keagamaan serat dengan
tujuan-tujuan moral, semua itu sungguh telah dicakaup oleh kisah, dan kisah merupakan alat
dan jalan untuk semua itu.
5. FAIDAH QASHASH
AL-QUR'AN
Kisah-kisah dalam
al-Qur'an mempunyai banyak faidah. Dengan mempelajari kisah- kisah, minimal dapat memberikan informasi
tentang kondisi perkembangan sesuatu masyarakat. Dengan mengetahui konteks
kesejarahan mereka dalam ayat al-Qur’an, maka dengan mudah dapat diterapkan pada setiap ruang dan waktu.[16]
Dengan kisah-kisah dalam al-Qur’an juga meberikan kepada kita alur perkembangan
sejarah manusia; tentang interaksi manusia bersama Tuhan dengan ikatan akidah
dan interaksi manusia melalui perundang-undangan tata pergaulan manusia.[17]
Berikut ini penulis cantumkan faidah-faidah terpenting dengan rincian sebagai
berikut:
v Menjelaskan
asas-asas menuju Allah dan menjelaskan pokok syariat yang dibawah oleh para Nabi. Firman
Allah: "Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami
mewahyukan padanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku."26
v Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya
atas agama Allah, memperkuat kepercayaan oran
mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan. Firman Allah:
"Semua kisah para Rasul yang Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami
teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman."[18]
v Membenarkan
para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya.
v Menampakkan
kebeanran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal-ihwal orang
terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
v Menyibak
kebohongan Ahli Kitab dengan hujjah yang
membenarkan keterangan dan petunjuk yang
mereka sembunyikan, dan menantang isi Kitab mereka sendiri sebelum Kitab itu
dirubah dan diganti. Firman Allah: "Semua makanan adalah
haram bagi Bani Israil, melainkan makanan yang diharamkan ole Israil
(Ya'Kub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: (Jika
kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum Taurat), maka bawalah Taurat itu,
lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang benar."[19]
v Kisah
termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di
dalamnya kedalam jiwa. Firman Allah: "Sesungguhnya pada kisah mereka
itu terdapat pelajaran bagi orang yang berakal."[20]
Orang
yang membaca kisah-kisah al-Qur’an dengan penuhta dabbur tentunya akan
menumukan arahan dan petunjuk untuk mengambil manfaat dalam berbagai bentuk..
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Al-Qur’an telah
menelusuri sisi-sisi gelap yang terjauh di dalam kalbu insani, dan menyusup sejauh-jauhnya dalam jiwa orang yang
beriman dan orang yang kafir dengan suatu layang pandang yang menyentuh perasaan yang
paling halus dalam jiwa. Al-Qur’an telah berjalan ke arah masa lampau kemanusiaan yang
jauh, dan berjalan pula ke arah depan kemanusiaan
untuk mengajarkan tugas-tugas kehidupan.
Al-Qur’an telah
melukiskan suatu lukisan yang menarik dari suatu pemandangan berbagai peradaban
yang beriring-iringan. Kemudian ia mengundang agar kita merenungkannya sepaya kita dapat mengambil manfaat dari akibat-akibatnya.
Al-Qur’an telah banyak mengisahkan kisah
orang-orang dahulu dari para Nabi, orang-orang shalih, dan juga kisah orang
mukmin dan kafir. dengannya Allah memerintahkan kepada kita untuk meneladani
orang-orang shalih dan mushlih dari orang-orang dahulu, yang kisah-kisahnya
telah dipaparkan kepada kita serta telah diajarkan kepada kita metode mereka
dalam berdakwah, ishlah, perlawanan terhadap
musuh-musuh Allah, perjuangan jihad dan lain-lain.
Sedangkan dalam kisah
orang kafir kita diserukan untuk mengambilib r a h agar kita tidak
mengikuti langkah-langkah mereka. Jadi kisah-kisah dalam al-Qur’an tidak hanya
sekedar dongeng belaka, akan tetapi
keberadaannya ada maksud dan tujuan sehingga kita dapat memetik faidah-faidahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim, Diponogoro.
Al-Andalusi, Ibnu ‘Athiyah, al-Muharrar al-Wajiz fi
Tafsir al-Kitab al-Aziz (Katar: Muassasah Dar al-Ulum, 1984), jilid. 7
Al-Ghazali, Abu Hamid bin Muhammad, Ihya’ Ulum al-Din (Bairut: Dar
al-Fikr, 1991), jilid. 4
Kisah-kisah al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)
Al-Qathan, Mana’, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: al-Syirkah
al-Muttahidah li al-Tauzi’,1973)
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998)
Qur’an Berkisah (Jakarta: Gema Insani, 2004)
[1] Surat Ali 'Imran: 62.
[2] Surat al-Kahfi: 64.
[3] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi
al-Qur’an, alih bahasa:
Abdullah,K is a h -kisah
al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), jilid. I,
hal. 21.
[4] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an
(Bairut: al-Syirkah al-Muttahidah li al-Tauzi’, 1973), hal. 306
[5] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi
al-Qur’an, hal. 36.
[6] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, hal. 296
[7] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi
al-Qur’an, hal. 36.
[8] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, hal.
306
[9] Sayyid Quthb, Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, alih bahasa: Fathurrahman, Indahnya al-Qur’an Berkisah (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 203-206
[10] Malik bin Nabi, Dhahirah al-Qur’an, alih bahasa:
Saleh Mahfoed, Fenomena
al-Qur’an (Bandung: al- Ma’arif,
1987), hal. 232
[11] Sayyid Quthb,
Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, hal. 158
[12] 20M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, kesan dan
Keserasian al-Qur'an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), jilid. 6, hal. 377
[13] Muhammad
Ali al-Shabuni,
al-Nubuwwah wa al-Ambiya’,
alih bahasa: Alwi,
Kenabian dan Riwayat para
Nabi (Jakarta: Lentera Baritama,
2001), hal. 129
[14] Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali , Jawahir al-Qur’an (Bairut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1983), hal.
14.
[15] Sayyid Quthb,
Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an, hal. 159-171
[16] Umar
Shihab,
Kontekstualitas al-Qur’an (Jakarta: Pernamadani, 2005), hal. 26-27.
[17]
Muhammad Syahrur, al-Kitab wa
al-Qur’an; Qira’ah wa al-Mu’ashirah (Bairut: Syirkat wa al- Mathbu’at li al-Tauzi’ wa al-Nasyr,
2000), hal. 675
[18] Surat al-Anbiya': 25.
[19] Surat Ali Imran: 93.
[20] Surat Yusuf: 111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar