Mendorong Terwujudnya Masyarakat
Pembelajar
Kepeloporan IPNU dalam menciptakan
masyarakat pembelajar ini dapat dilakukan dengan beberapa acara. Pertama,
memulai dari sendiri. Artinya, pengurus IPNU juga harus bisa menjadi uswah
khasanah, menjadi inspirasi bagi masyarakat, dengan membuktikan dirinya
memiliki prestasi akademik yang membanggakan. Pengurus IPNU yang memiliki
tradisi akademik bagus akan mendorong masyarakat untuk mencontohnya.
Kedua, menggalang dana beasiswa, dari
masyarakat untuk membiayai pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu untuk
meneruskan pendidikannya baik di Pesantren maupun sekolah. Potensi untuk ini
amat besar. Namun selama ini belum ada konsolidator yang kredibel, transparan,
akuntabel, yang memerankan peran ini di masyarakat nahdliyin. Kuncinya hanya
satu, bagaimana manajemennya cukup dapat dipercaya oleh masyarakat. Disini ada
dua varian yang dapat dilakukan, yakni menggalang dana dari masyarakat dan
menggalang kerjasama dari pemerintah, lembaga donor atau universitas yang
memiliki program bea siswa.
Ketiga, IPNU secara berkesinambungan
menyelenggarakan berbagai kegiatan bernuansa kependidikan seperti bazar buku.
Kegiatan ini menjadi penting bagi daerah yang jauh dari akses pengetahuan.
Dengan menyelenggarakan kegiatan seperti itu akan mempercepat terciptanya
masyarakat pembelajar. Langkah pertama dan utama kalau kita ingin membuat anak
kita keranjingan membaca, kata seorang penulis adalah dengan menyediakan buku.
Kegiatan ini akan mempercepat proses transformasi kesadaran masyarakat.
Keempat, melakukan semacam “Intervensi
Kultural” dalam berbagai kegiatan kultural NU yang masih sangat marak
seperti Haflah, tasyakur, haul, atau kegiatan lainnya. Intervensi yang dimaksud
adalah menyisipkan agenda yang mampu meningkatkan kesadaran akan pengetahuan.
Seperti seminar prahaul diikuti gerakan wakaf buku seperti yang sudah dilakukan
pesantren Kesugian – Cilacap – Jateng.
Dengan beberapa langkah tersebut,
IPNU akan menempatkan dirinya sebagai pelopor dan pendorong masyarakat
pembelajar.
Kamis, 12/Jan/19 16:58
PP IPNU FATONI ,PP IPNU FATONI

11 Jumadil Tsani 1235 H - 29
Ramadhan 1343 H
KH. Cholil adalah Waliyullah yang
sangat mempunyai pengaruh paling besar pada saat sebelum hingga awal berdirnya
Nahdaltul Ulama. Hal ini terjadi karena Sebab berguru kepadanya beliaulah,
banyak santri-santri yang bisa menjadi pengasuh pondok pesantren besar di
Indonesia, dan Tokoh-tokoh di NU pada awal berdirinya. Dalam catatan sejarah,
Tokoh-tokoh pendiri NU adalah alumni dari pondok pesantren yang diasuh oleh
beliau.
Kyai Cholil terlahir pada tanggal 11 Jumadil Tsani 1235 Hijriah di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, yang terletak di ujung barat pulau Madura, Propinsi Jawa Timur.
Sejak kecil, Beliau mendapatkan pendidikan Agama langsung dari orang tua secara ketat. Kiyai Cholil sejak kecil memang sudah mempunyai sifat-sifat sebagai calon ulama yang berpengaruh besar. Diantara keistimewaan beliau adalah kehausan akan ilmu, terutama dalam bidang ilmu Fiqh dan Ilmu Nahwu ( Ilmu tata bahasa Arab). Beliau sudah hafal kitab Alfiyah, yang menjelaskan tata bahasa arab ketika masih muda.
Karena keinginan orang tuanya yang sangat kuat untuk mendidik anaknya menjadi ulama, kemudian pada sekitar tahun 1850 an, Kiyai kholil menuntuk ilmu sebagai santri di Pondok pesantren Langitan, Kabupaten Tuban yang di asuh oleh KH Muhammad Nur. Setelah merasa cukup, kemudian Kiyai Cholil lanjutkan nyantri di Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Setelah itu kemudian, beliau pindah ke Pondok Pesantren Kebon Candi,Pasuruan dan juga nyantri di tempat Kiai Nur Hasan yang masih termasuk familinya di Sidogiri.
Sejak beliau menjadi pengasuh pondok pesantren di Bangkalan, Madura, banyak pemimpin umat dan bangsa yang banyak di persiapkan oleh beliau. Diantara kiai-kiai tersebut adalah KH Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok pesantren Tebu Ireng, Jombang, pendiri NU, kakek Gusdur), KH. Abdul Wahab Hasbullah (pendiri Pondok Pesantern Tambak Beras Jombang dan Pendiri NU), KH Bisri Syamsuri (Pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan pendiri NU), KH Ma’shum (Pendiri Pondok pesantren Lasem, Rembang), KH Bisri Musthofa ( Pendiri Pondok pesantren Rembang dan Pengarang Kitab) dan masih banyak yang lainya.
Kiai Kholil adalah seorang alum dalam Ilmu Nahwu, Fiqh dan tarekat. Beliau juga di kenal hafal al-qur’an dan menguasai segala ilmunya. Termasuk seni baca Al-qur’an tujuh macam (Qiroah sab’ah). Selain kelebihan tersebut, beliau juga mempunyai kemampuan pada hal-hal yang tidak kasat mata (tidak dapat di lihat). Sebab keleibahn tersebut, umat Islam Indonesia meyakini beliau adalah Waliyullah.
Kiai Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1243 H pada usia 91 tahun karena usia lanjut. Jejak dan langkahnya kini tetap menjadi monumen pada pejuang penerus dan pengikutnya. Di Indonesia kini ada 6000 lebih pondok pesantren yang sebagian besar mempunyai hubungan budaya dengan NU.
CERITA-CERITA TENTANG KH CHOLIL
1. Membaca yasin berkali-kali
Pada saat beliau masih menuntut ilmu di pondok pesantren kebon candi dan belajar di KH Nur Hasan harus dilakukan dengan cara tidak menetap, atau kalau dalam dunia santri di sebut santri kalong. Jarak antara pondok Kobon Candi dan Rumah Kiai Nur Hasan sekitar 7 km. selama perjalanan itu, beliau sambil membaca surat yasin sampai tamat berkali-kali.
2. Makan gratis
Kiai Kholil muda adalah sosok pemuda yang mandiri. Pada saat itu, dirinya ingin melanjutkan menuntut ilmu ke Makkah, Arab Saudi. Tetapi tidak ingin meminta biayanya kepada orang tua. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kiai Cholil sebelum berangkat ke Makkah terlebih dahulu ngaji di pondok pesantren Banyuwangi. Di pondok tersebut, beliau juga bekerja di kebun pengasuh pondok. Dengan bekerja di kebun sebagai pemetik buah kelapa, beliau di bayar 2,5 sen setiap pohon kelapa. Dengan penghasilan tersebut, uang yang didapatkannya di tabung untuk biaya menuntut ilmu ke makkah. Selain itu, untuk makan sehari-hari, beliau menjadi khodim di dalem pondok pesantren dengan mengisi bak mandi, mencuci pakaian dan melakukan pekerjaan yang lain. selain itu, Kiai Cholil juga menjadi juru masak bagi teman-temannya, dengan seperti itu dirinya bisa mendapatkan makan dengan gratis.
3. Hati-hati ada macan
Pada suatu hari di bulan syawal, KH Kholil memanggil semua santri, kemudian beliau mengatakan;
“Santri-santri sekalian.!! Untuk saat ini kalian harus memperketat penjagaan pondok. Karena tidak lama lagi, akan ada macan masuk kepondok kita”.
Sejak itu, setiap hari semua santri melakukan penjagaan yang ketat di pondok pesantren. Hal ini dilakukan karena di dekat pondok pesantren ada hutan yang konon angker dan berbahaya, sehingga kuatir jika yang di maksud macan akan muncul dari hutan tersebut. Setelah beberapa hari ternyata macan yang di tunggu-tunggu tidak juga muncul juga, sampai akhirnya sampai di minggu ke tiga sampai juga belum muncul.
Setelah masuk di minggu ke 3, Kiai Kholil memerintahkan santri-santri untuk berjaga-jaga ketika ada pemuda kurus, tidak terlalu tinggi dan membawa tas koper seng masuk ke komplek pondok pesantren.
Begitu sampai di depan rumah kiai Kholil mengucapkan salam
“ Assalamu’alaikum” ucap pemuda tersebut.
Mendengar salam pemuda tersebut, Kiai Kholil justru malah berteriak memanggil santri-santrinya.
“ Hai santri-santri, ada macan..macan ayo kita kepung, jangan sampai masuk kepondok” teriak Kiai Kholil.
Mendengar teriakan kiai Kholil, serentak para santri berhamburan membawa apa saja yang bisa dibawa untuk mengusir pemuda tersebut yang dianggap Macan. Para santri yang sudah membawa pedang, celurit, tongkat, dan apa saja mengerubuti “macan” yang tidak lain adalah pemuda tersebut. Muka pemuda tersebut menjadi pucat pasi ketakutan. Karena tidak ada jalan lain, akhirnya pemuda tersebut lari meninggalakn komplek pondok tersebut.
Karena tingginya semangat untuk nyantri ke pondok yang diasuh oleh Kiai Kholil, keesokan harinya pemuda itu mencoba memasuki pesantren lagi. Meskipun begitu, dirinya tetap memperoleh perlakuan yang sama seperti sebelumnya. Karena rasa takut dan kelelahan akhirnya pemuda tersebut tidur di bawah kentongan yang ada di mussola pondok pesantren. Ketika tengah malam, dirinya di bangunkan dan dimarah-marahi oleh Kiai Kholil. Namun demikian, setelah itu dirinya diajak oleh Kiai Kholil kerumah dan dinyatakan sebagai salah satu santri dari pondok yang beliau pimpin. Sejak itu, remaja tersebut sebagai santri pondok. Pemuda yang dimaksud diatas adalah Abdul wahab atau Abdul Wahab Hasbullah yang menjadi salah satu pendiri NU. Ternyata apa yang dikatakan oleh Kiai Kholil, akhirnya Abdul Wahab Hasbullah benar-benar menjadi “ Macan” NU
4. Minta didoakan cepat kaya
Pada suatu waktu, Kiai Kholil mempunyai tamu yang berasal dari keturunan tionghoa yang terkenal dengan panggilan Koh Bun Fat, datang untuk keperluan pribadinya.
“Kiai, saya minta didoakan agar cepat kaya, karena aku sudah bosan hidup miskin”. Kata Koh Fat yang sedang miskin.
Setelah mendengar niat tamunya tersebut, Kiai Kholil meminta Koh Bun Fat untuk mendekat. Setelah mendekat, Kiai Kholil memegang kepala Koh Bun Fat dan memegangnya erat-erat sambil mengucapkan.
“Saatu lisanatan, Howang-howang, Howing-Howing. Pak uwang huwang nuwang. Tur kecetur salang kecetur, sugih.. sugih..sugih!”.
Saat itu diucapkan oleh kiai Kholil, tidak ada satupun yang ada memahami makna apa yang diucapkan oleh Kiai Kholil. Namun, dengan kata tanpa makna itu, Koh Bun Fat justru beerubah menjadi pengusaha Tionghoa yang kaya raya.
5. Pintu Rusak
Pada masa penjajahan, ada beberapa pejuang jawa yang bersembunyi di komplek pesantren Demangan. Ternyata hal itu diketahui oleh penjajah belanda, sehingga mengirim tentara untuk memeriksa pondok tersebut. Tetapi karena tidak menemukan para pejuang tersebut, Akhirnya mereka menangkap Kiai Kholil. Belanda berharap dengan seperti itu, para pejuang jawa akan menyerahkan diri.
Tetapi yang terjadi malah membingungkan belanda karena banyaknya kejadian yang terjadi terkesan aneh dan ganjil. Mula-mula, semua pintu tahanan tidak bisa ditutup, Ketika kiai Kholil di masukan ketahanan. Hal ini membuat tentara belanda harus berjaga siang dan malam agar tahanan tidak kabur. Hari-hari selanjutnya, ribuan orang dari Madura dan jawa mengunjungi kiai Kholil dengan membawakan makanan. Kejadian tersebut tentu membuat belanda pusing, akhirnya belanda membuat peraturan dilarang mengunjungi kiai Kholil. Ternyata peraturan tersebut tidak menyelesaikan masalah, karena mereka yang datang akhirnya berkerumun di sekitar rumah tahanan, bahkan ada yang meminta untuk ditahan bersama Kiai Kholil. Karena tidak ingin pusing dan masalah menjadi besar, akhirnya kiai Kholil di bebaskan tanpa syarat apapun.
6. Tongkat Dan Tasbih Ajaib
Berkaitan dengan cerita Kiai Kholil soal tongkat ajaib, kejadian ini berkaitan langsung dengan sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU).
Pada saat itu, Kiai Wahab hasbulah dalam berbagai kesempatan selalu menyosialisasikan ide untuk mendirikan jam’iayah atau organisasi. Sebenarnya semenjak ide tersebut disosialisasikan, tidak ada masalah yang menghalangi kecuali restu dari KH Hasym Asy’ary. Karena beliau adalah guru dari Kiai Wahab sehingga dirinya merasa perlu mendapatkan restu langsung. Ketika gagasan tersebut dsampaikan, ternyata tidak langsung di setujui. Kh Hasyim Asy’ary perlu berhari-hari dan bulan untuk melakukan sholat Istikharah memohon petunjuk dari Allah, namun harapan itu tidak kunjung datang.
Kiai Kholil sebagai guru KH Hasyim Asy’ary mengamati kondisi tersebut. Kemudian beliau mengutus seorang santri yang juga masih cucunya sendiri, As’ad untuk menghadapnya.
“Saat ini Kiai Hasyim sedang resah, oleh karena itu, antar dan berikan lah tongkat ini kepadanya” Kata Kiai Kholil sambil memberikan tongkat yang dimaksud. “dan jangan lupa bacakan ayat ini surat thoha As’ad.
Setelah itu, As’ad kemudian pergi ke Jombang untuk menyampaikan pesan yang di bawanya serta menyampaikan tongkat. Hari berganti bulan dan bersama perjalanan waktu, organisasi yang sudah dirintis oleh Kiai wahab belum juga terbentuk, sehingga kiai Kholil mengutus As’ad yang kedua kali dengan membawakan tasbih dan meminta KH Hasym Asy’ary untuk mengamalkan Asmaul Husna yang berbuyi “Ya-Jabbar- Ya Qohhar”.
Setelah berjuang di bantu oleh kiai-kiai lain, akhirnya nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926, atau tepat 1 tahun setelah KH Cholil wafat yang jatuh pada tanggal 29 Romadhon 1343 H. *Rah BsQy
SEJARAH IPNU.
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
(disingkat IPNU) adalah badan otonom Nahldlatul Ulama yang berfungsi membantu
melaksanakan kebijakan NU pada segmen pelajar dan santri putra.
IPNU didirikan di Semarang pada
tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H/ 24 Pebruari 1954, yaitu pada Konbes LP Ma’arif
NU. Pendiri IPNU adalah M. Shufyan Cholil (mahasiswa UGM), H. Musthafa (Solo),
dan Abdul Ghony Farida (Semarang).
Ketua Umum Pertama IPNU adalah M.
Tholhah Mansoer yang terpilih dalam Konferensi Segi Lima yang diselenggarakan
di Solo pada 30 April-1 Mei 1954 dengan melibatkan perwakilan dari Yogyakarta,
Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri.
Pada tahun 1988, sebagai implikasi
dari tekanan rezim Orde Baru, IPNU mengubah kepanjangannya menjadi Ikatan Putra
Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu, segmen garapan IPNU meluas pada komunitas remaja
pada umumnya. Pada Kongres XIV di Surabaya pada tahun 2003, IPNU kembali
mengubah kepanjangannya menjadi “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama”. Sejak saat
itu babak baru IPNU dimulai. Dengan keputusan itu, IPNU bertekad mengembalikan
basisnya di sekolah dan pesantren.
Visi IPNU adalah terbentuknya
pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia dan
berwawasan kebangsaan serta bertanggungjawab atas tegak dan terlaksananya
syari’at Islam menurut faham ahlussunnah wal jama’ah yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
Untuk mewujudkan visi tersebut, IPNU
melaksanakan misi: (1) Menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama dalam
satu wadah organisasi; (2) Mempersiapkan kader-kader intelektual sebagai
penerus perjuangan bangsa; (3) Mengusahakan tercapainya tujuan organisasi
dengan menyusun landasan program perjuangan sesuai dengan perkembangan
masyarakat (maslahah al-ammah), guna terwujudnya khaira ummah; (4) Mengusahakan
jalinan komunikasi dan kerjasama program dengan pihak lain selama tidak
merugikan organisasi.
Sebagai salah satu perangkat
organisasi NU, IPNU menekankan aktivitasnya pada program kaderisasi, baik
pengkaderan formal, informal, maupun non-formal. Di sisi lain, sebagai
organisasi pelajar, program IPNU diorientasikan pada pengembangan kapasitas
pelajar dan santri, advokasi, penerbitan, dan pengorganisasian pelajar.
LAMBANG IPNU
(1) Lambang organisasi berbentuk bulat, berarti kontinyuitas
(2) Warna dasar hijau tua, berarti subur
(3) Warna kuning melingkar, berarti hikmah dan cita-cita yang tinggi
(4) Warna putih yang mengapit warna kuning, berati suci
(5) Sembilan bintang melambangkan keluarga Nahdlatul Ulama, yaitu:
a. Lima bintang di atas yang
satu besar di tengah melambangkan Nabi Muhammad,
dan empat
lainnya di kanan dan kirinya melambangkan khulafaur rasyidin
(Abu Bakar, Umar bin Khotob, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib)
b. Empat bintang berada di
bawah melambangkan madzhab empat, yaitu
Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali
(6) Kata IPNU dicantumkam di bagian atas yang
menunjukkan nama organisasi(7) Tiga titik di antara kata IPNU mewakili slogan Belajar, Berjuang, Bertaqwa
(8) Enam strip pengapit huruf IPNU, berati rukun iman
(9) Dua kitab di bawah bintang berati al-Qur`an dan al-hadits
(10) Dua bulu angsa bersilang di bawah kitab berarti sintesa antara ilmu umum dan ilmu agama
Visi dan misi
Senin, 11/Nov/07 20:48
PP IPNU FATONI ,PP IPNU FATONI
VISI DAN MISI IPNU
Sebagai sebuah organisasi, IPNU
memiliki visi, yakni gambaran terhadap apa yang ingin dicapai. Visi IPNU adalah
terwujudnya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT,
berakhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki
kesadaran dan tanggungjawab terhadap terwujudnya tatanan masyarakat yang
berkeadilan dan demokratis atas dasar ajaran Islam ahlussunah wal jamaah.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka
IPNU mempunyai misi melakukan pembinaan dan pemberdayaan para pelajar (siswa
dan santri), serta mempengaruhi kebijakan-kebijakan pihak-pihak yang terkait
dengan pembinaan dan pemberdayaan pada pelajar tersebut.
TUJUAN IPNU.
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
adalah organisasi yang berada di bawah naungan jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU).
IPNU merupakan tempat berhimpun, wadah komunikasi, aktualisasi dan kaderisasi
Pelajar-Pelajar NU. Selain itu IPNU juga merupakan bagian integral dari potensi
generasi muda Indonesia yang menitikberatkan bidang garapannya pada pembinaan
dan pengembangan remaja, terutama kalangan pelajar (siswa dan santri).
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari generasi
muda Indonesia, IPNU senantiasa berpedoman pada nilai-nilai serta garis
perjuangan Nahdlatul Ulama dalam menegakkan Islam ahlusunnah wal jamaah.
Dalam konteks kebangsaan, IPNU memiliki komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila
sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk melakukan fungsi dan mencapai tujuan
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, IPNU
harus merumuskan kebijakan, program dan kegiatan dengan senantiasa
memperhatikan dinamika internal maupun eksternal organisasi. Selain itu,
kepentingan dan keterkaitan IPNU dengan banyak pihak (stakeholders)
juga menjadi bagian penting yang harus diperhatikan.
Garis-garis Besar Program Perjuangan dan
Pengembangan (GBPPP) IPNU disusun dengan maksud agar setiap aktivitas IPNU
senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan dan pengabdian; dilakukan
secara menyeluruh, terarah dan terpadu di setiap tingkat kepengurusan.
GBPPP IPNU merupakan kerangka pemikiran dalam
meletakkan arah bagi penyelenggaraan kegiatan organisasi, sehingga pencapaian
sasaran utamanya dapat dilakukan dengan baik dan tepat. GBPPP IPNU menjadi
kerangka acuan untuk menetapkan kebijakan organisasi dan menjadi panduan dalam
merumuskan program-programnya, dengan tujuan:
1. Memantapkan
keberadaan dan peran organisasi dalam memenuhi kepentingan anggota dan
masyarakat untuk menopang perjuangan IPNU.
2. Mengembangkan
potensi anggota secara kritis dan kreatif dalam mewujudkan kegiatan nyata yang
bermanfaat bagi masyarakat.
3. Meletakkan
kerangka landasan bagi perjuangan organisasi berikutnya, secara berencana dan
berkesinambungan.
Rumusan yang tercantum dalam GBPPP IPNU mencakup
4 (empat) hal pokok, yaitu: dasar pengembangan program, visi dan misi, analisis
strategis pengembangan, dan pokok-pokok program pengembangan.
Dasar pengembangan program terdiri atas mandat
organisasi, nilai-nilai yang menjadi pedoman serta azas-azas pengembangan. Visi
merupakan gambaran apa yang ingin dicapai IPNU ke depan, sedangkan untuk
mencapai visi tersebut IPNU mengemban misi. Analisis strategis pengembangan
mencakup analisis lingkungan internal dan eksternal, analisis SWOT serta
analisis jaringan. Sedangkan pokok-pokok program pengembangan terdiri atas
isu-isu strategis yang selanjutnya memunculkan rumusan program-program dasar
pengembangan.
Achmad Zamzami Amf
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama
Sorotan tajam, kepemimpinan yang belum
menciptakan iklim dimulainya suatu pemerintahan yang bersih ke dalam serta
membangkitkan gelombang kebersihan ke seluruh birokrasi serta lingkungan
masyarakat, termasuk elite politik maupun masyarakat bisnis.
Lagi-lagi tergiang kata bersayap pujangga
Friedrich von Schiller yang sering dikutip Bung Hatta “zaman besar telah
dilahirkan abad, tetapi zaman besar itu hanya menemukan manusia kerdil”.
Sekurang-kurangnya suatu zaman pancaroba dan zaman peralihan menerpa bangsa Indonesia.
Seorang pemimpin diperlukan. Pemimpin macam apa.
Pertanyaan pemimpin macam apa semakinmendesak,
ketika orang melihat ke kiri dan ke kanan dan tidak pula merasa menemukan sosok
yang sepadan dengan tangtangan zaman. Suatu hasil polling menunjukkan dari
kalangan muda pun, sosok-sosok pemimpin belum tampil secara meyakinkan.
Demikianlah, pemimpin disorot sebagai persoalan
besar yang dihadapi bangsa. Suatu konsidensi yang mencerahkan pun tiba. Pada
tanggal 12 Agustus 2002 genaplah usia Bung Hatta. Peringatan seabad pejuang,
pendiri bangsa dan koproklamator bergaung luas dan marilah kita cerna agar
bergaung mendalam pula.
Zaman besar di masa lampau, yakni zaman
kebangkitan, pergerakan dan perjuangan kemerdekaan telah berhasil menemukan
orang-orang besar pula. Mereka itulah para penggerak dan pendiri bangsa.
Beberapa mencuat dan menonjol di atas rekan-rekan se zamannya. Seorang di
antaranya adalah Mohammad Hatta.
Sungguh suatu anugerah zaman, bahwa seabad
peringatannya jatuh ketika kita, bangsa Indonesia, sedang membuka mata-telinga,
pikiran dan hati untuk belajar dari pengalaman sejarah bangsa sendiri serta
pengalaman sejarah bangsa-bangsa lain.
Setiap pemimpin bangsa meninggalkan sosok,
kepribadian, karakter, visi, komitmen, serta pergulatan dan suri tauladan yang
dapat diambil hikmahnya. Untuk menghadapi pancarobanya perubahan zaman seperti
kita jalani sekarang ini, sosok Bung Hatta benar-benar suatu mercusuar.
Ambillah tugas pemimpin yang paling mendesak
dewasa ini, ialah menyelenggarakan pemerintah dan pemerintahan yang bersih,
yang tidak menyalahgunakan kekuasaan, wewenang, kesempatan, dan koneksi. Dan
dengan demikian juga suatu pemerintah yang mau dan mampu menghentikan proses
degradasi dan demoralisasi bangsa dalam urutan yang paling sentral dan menentukan
yakni penyelenggaraan kekuasaan.
Bung Hatta berpuluh tahun berada di sentral
kekuasaan. Ia mempunyai modal pengabdian yang sekiranya ia kemudian akan
menagihnya untuk kepentingan pribadi, masyarakat dan lingkungan akan
menenggangnya. Ia tidak memanfaatkannya. Ia tidak memanfaatkan sampai akhir
hayatnya.
Pemimpin-pemimpin lain jatuh bangun, terutama
dalam ranah penggunaan kekuasaan dan kesempatan. Bung Hatta uncorruptable, tak
terkorupsikan ketika memegang kekuasaan. Tidak pula memanfaatkan modal pengabdian
maupun koneksi, ketika dengan sukarela meninggalkan kekuasaan.
Patut dipelajari, mengapa ia sanggup tak
terkorupsikan sementara yang lain-lain, termasuk Bung Karno jatuh bangun. Ada
elemen keagamaan pada sosok pribadinya yang difahami serta dihayati secara
serius sekaligus dengan pandangan yang tercerahkan oleh pendalamannya terhadap
falsafah Barat dan Marxis. Begitu di antaranya, penjelasan Malvin Rose, penulis
biografi politik Mohammad Hatta.
Faham dan perjuangannya menegakkan Kedaulatan
Rakyat dipengaruhi latar belakang Minangkabau yang egaliter serta lebih bebas
dari struktur dan kultur feodal daripada di Jawa. Sesuai pula dengan
kepribadiannya yang introver dan kaku, jika ia secara konsisten dan secara
konsekuen menempuh jalan lurus.
Namun ada hal lain yang terutama untuk zaman
sekarang, perlu ditegaskan. Mohammad Hatta berhasil menumbuhkan pada
pribadinya, pilihan dan komitmen asketisme. Yakni asketisme seorang pemimpin.
Lagi-lagi kata Malvin Rose, ia mendisiplinkan diri sendiri untuk menekan nafsu
dan emosi alamiah dengan cara memusatkan seluruh jati dirinya pada pencapaian
kemerdekaan Indonesia.
Ia barulah berkeluarga setelah Indonesia Merdeka.
Ia melanjutkan asketismenya dalam menyelenggarakan kekuasaan dan ketika berada
di tengah kekuasaan. Kecuali pemahaman, asketisme seperti dihayati oleh Bung
Hatta adalah soal pilihan. Memang pilihan itu menjadi bagian bahkan faktor yang
menentukan apakah kepemimpinannya berhasil atau tidak Mengenai pilihan ini,
sebaiknya ditegaskan dan dipahami. Semua pekerjaan, profesi dan jabatan kecuali
pertimbangan dan dimensi pribadi juga mempunyai dimensi kemasyarakatan. Tetapi
pastilah berbeda pertimbangan, dimensi serta implikasi dan konsekuensinya,
apakah seseorang memilih sebagai ilmuwan, sebagai pebisnis atau sebagai
politikus.
Di masa lampau, ketika ekonomi pasar dan
konsumerisme global dan lokal belum semerajalela sekarang, pilihan-pilihan
lebih sederhana. Tetapi betapapun zaman berubah, terutama dengan merajalelanya
konsumerisme dan materialisme kapitalis, toh pilihan-pilihan itu tetap memiliki
konsekuensi dan implikasi masing-masing. Termasuk tentu saja anugerah, imbalan
serta pengakuannya.Kalau Hatta memilih sebagai pedagang, ia pun akan berhasil
amat jauh. Tetapi dengan sadar, sejak muda, ia memilih bidang lain. Bidang
pengabdian politik untuk memerdekakan bangsa dan negaranya, untuk mendidik dan
mencerahkan rakyat, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.
Memang lebih berat pilihan menempuh jalur
pengabdian politik untuk zaman sekarang. Tetapi, pilihan toh sukarela. Bisa
saja, jalur tidak selalu merupakan pilihan yang dipilih secara sadar sejak
semula. Apalagi dalam masa peralihan yang berpancaroba, jalur bisa karena
untung-untungan.
Tetapi, begitu atau pilihan sadar atau
koinsidensi membawanya, harus dipahami dan disadari pilihan jalur politik,
kepemimpinan politik pada semua jenjangnya, apalagi pada jenjang–jenjang
tinggi, membawa konsekuensi dan implikasinya.
Tentu saja, kebanggaan, imbalan, pengakuan bahkan
fulfillment, pemunculan diri dalam pekerjaannya, tetapi ada. Berbeda, tetapi
ada dan semuanya membanggakan Pada Hatta dan pemimpin sezamannya, pilihan
dibuat sejak muda. Otaknya cerdas. Ketekunannya luar biasa. Mengapa rencana
studinya di Belanda yang direncanakan 5 tahun molor menjadi 11 tahun? Ia sibuk
memimpin Perhimpunan Indonesia, organisasi orang-orang muda Indonesia yang
belajar di Belanda. Ia menghadiri konferensi internasional di mana-mana di
Eropa, memperkenalkan cita-cita, perjuangan, dan tujuan Indonesia Merdeka. Ia
sekaligus lewat tulisan dan diskusi, merumuskan tujuan Indonesia Merdeka,
falsafah Indonesia Merdeka. Ia membina lewat Perhimpunan Indonesia dan forum
lain, terwujudnya Indonesia Baru, yang merdeka, berkedaulatan rakyat,
adil-makmur, maju, terbuka, hadir secara independen dan aktif dalam pergaulan
bangsa-bangsa.
Pilihan sejak muda dan karena itu juga
konsekuensinya, yakni persiapan sejak muda, itulah pelajaran lain dari sosok
Hatta bagi generasi muda Indonesia. Tidaklah berarti, tidak terbuka pilihan
yang menyusul kemudian, tetapi pilihan kemudian pun, harus dipahami
konsekuensi, implikasi serta tuntutannya. Bung Karno amat kuat karismanya
apalagi untuk rakyat banyak. Bung Hatta bukannya sosok tanpa karisma.
Karismanya terhadap rakyat banyak tidak sekuat Bung Karno, tetapi terhadap
setiap lingkungannya otoritas dan kredibilitas Hatta terasa. Karisma itu
terpancar dari sosok pribadinya yang berintegritas tinggi serta kompeten.
Bung Hatta percaya kepada rakyat. Karena itu, ia
konsisten dan konsekuen menegakkan Kedaulatan Rakyat. Ia pun sadar, rakyat
perlu dididik. Dididik untuk membaca dan menulis agar terbuka pintu untuk
menimba pengetahuan dan pengalaman. Seperti pemimpin pergerakan lainnya, ia
mengajar di sekolah, terutama ia juga mengajar lewat media seperti Daulat Rakyat
serta pendidikan kader.
Meskipun caranya tidak se-vokal Bung Karno, Hatta
pun mementingkan pendidikan karakter rakyat. Mandiri, tahu hak dan kewajiban,
mau mengambil tanggung jawab. Dipengaruhi serta dicerahkan lewat pendidikan dan
pergaulannya selama 11 tahun sudi dan bergerak di Eropa, Bung Hatta juga sampai
pada pemahaman, Indonesia Merdeka bukan saja dalam makna politik, tetapi juga
ekonomi, sosial dan budaya. Bung Hatta berulangkali memperingatkan kemungkinan
jebakan feodalisme, maka ia pun terus-menerus memperjuangkan demokrasi yang
bertumpu pada kedaulatan rakyat.
Sejarah katanya tidak kenal andaikata. Namun
sebagai bahan pelajaran dan pengalaman, bukankah Indonesia akan lain fase
perkembangnnya, andaikata Bung Karno sebagai Presiden dan pemimpin bangsa serta
Hatta sebagai juga pemimpin dengan menyelenggarakan pemerintah. Yang kemudian
tidak tersentuh, bahkan tumbuh sebagai jebakan baru adalah proses emansipatoris
bangsa dalam bidang sosial dan budaya, terutama dalam kaitannya dengan
bangkitnya lagi feodalisme, baik kultur maupun strukturnya. Dalam alam dan
suasana itu, baik ekonomi etatisme maupun ekonomi pasar tidak sanggup
menghasilkan kemakmuran yang merata bagi rakyat. Yang dihasilkan baik dalam
ekonomi etatisme maupun dalam ekonomi pasar adalah kemakmuran untuk
orang-seorang yang berada dalam kekuasaannya dan lingkungannya serta
kesenjangan besar bagi rakyat banyak.
Bung Hatta terpanggil untuk pembangunan ekonomi
yang berkeadilan sosial yang memperbaiki dan meratakan kemakmuran kepada
rakyat, memilih jalan koperasi. Tetapi koperasi yang dipilihnya adalah gerakan
koperasi di negara-negara Skandinavia. Negara-negara itu bukan berekonomi
negara seperti negara-negara komunis. Negara-negara itu, seperti berkembang
lebih nyata di kemudian hari, mengacu kepada kerangka referensi ekonomi
masyarakat, sebutlah ekonomi pasar sosial. Lagipula, betapapun dimensi politik
dalam arti mandat keadilan sosial adalah kental pada ekonomi koperasi, tetapi
gerakan itu adalah gerakan dan disiplin sosial ekonomi. Inilah yang juga
disalahartikan ketika koperasi diterapkan di negeri kita. Akhirnya sampai
sekarang ini, koperasi lebih merupakan lembaga dan gerakan yang kosong dan
tidak memadai hasilnya. Bahkan juga terkena imbas salah guna kekuasaan dan
kesempatan. Koperasi lebih menyuburkan pengurus daripada anggotanya.
Mengapa sosok kepemimpinan Hatta sangatlah
relevan dan aktual untuk menumbuhkan kepemimpinan serta menjawab tantangan masa
kini? Karena amatlah jelas, contoh, teladan pimpinan yang kecuali cerdas,
cakap, efektif juga bersosok asketis amatlah diperlukan kini dan mendatang.
Adalah teladan yang ibaratnya dapat menggerakkan gunung dewasa ini. Di mulai
dari pimpinan yang menyinarkan teladan. Segera diikuti oleh suatu kecerdasan
dan kecakapan, bahwa untuk memimpin atau menyelenggarakan pemerintah di
Indonesia yang berpenduduk besar; berkepulauan majemuk serta mengalami krisis
dan pancaroba sekarang ini, diperlukan Tim. Tim pemerintah dan pemerintahan.
Orang-orang bersosok, berkarakter, memiliki
kecerdasan dan kecakapan dalam bidangnya yang bekerja sama, menggerakkan roda
pemerintahan sehingga tidak sekedar omong dan rapat, tetapi “get things done”
terlaksana. Sosok Hatta yang kecuali cerdas dan cakap juga efektif, karena
ketekunannya, karena mau mengontrol dan mau check and recheck. Menggerakkan
bahkan turun kelapangan secara langsung dan tidak langsung. Karena kehabisan
akal, dewasa ini, amat sering kita dengar pernyataan dari mana mulai dan
bagaimana? Mengacu kepada Hatta, amatlah jelas jawabannya, mulai dari diri sendiri,
bahkan padanya mulai dari diri sendiri secara konsisten dan konsekuen melawan
arus. Mulai dari lingkungan masing-masing. Tidak saling menunggu, justru saling
mendahului. Di mana rakyat berada dan apa peranannya? Sekali lagi, terutama
mengingat kondisi kita dewasa ini, pemimpin dan pemerintahlah yang harus
memulai dengan memberi contoh yang efektif. Tetapi, sesuai dengan prinsip
Kedaulatan Rakyat serta sesuai dengan tanggung jawab yang juga bergeser kepada
publik, masyarakat pun terpanggil mengambil tanggung jawab lebih besar dan
lebih efektif. Bukan sekadar melek huruf yang merupakan pendidikan rakyat, kata
Bung Hatta, tetapi bahkan juga terutama karakternya. Karakter rakyat. Apakah
untuk zaman kita, pendidikan karakter rakyat sama atau kental konotasinya
dengan pendidikan masyarakat kewargaan, masyarakat madani, civil society?
Kertas dan karya para Founding Fathers negara
lain seperti Amerika Serikat, dikumpulkan dan diterbitkan. Bukan untuk disimpan
dalam museum, tetapi untuk bekal pelajaran sejarah dan untuk terus
dikembangkan, dikaji ulang serta diperkaya untuk menjawab perkembangan dan
tantangan zaman.
Abdul
Idris
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
“Telah lahir generasi baru
terorisme.” Demikian simpulan kalimat dari berita-berita media (massa dan
elektronik) tentang terorisme yang secara konstan terus bergulir akhir-akhir
ini.
Senin, 12/Jan/30 12:11
Mamang
M. Herudin
Ketua Departemen Kajian dan Pendidikan PC. IPNU Kabupaten
Cirebon
Di sela-sela Muktamar (sekarang Konferensi) I IPNU di Malang, pada 28 Februari-5 Maret 1955, Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU) tepat pada tanggal 2 Maret 1955 resmi didirikan. Mandat dan tugasnya tidak jauh berbeda dengan IPNU yakni mengakomodir para pelajar puteri diberbagai lembaga pendidikan.
Mamang M. Haerudin
Ketua Departemen Kajian dan Pendidikan PC. IPNU Kabupaten Cirebon
Ketua Departemen Kajian dan Pendidikan PC. IPNU Kabupaten Cirebon
Pendahuluan
Badan otonom (Banom) dalam tubuh Nahdlatul Ulama (selanjutnya NU) adalah perangkat organisasi yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perseorangan. Dari sekian banyak Badan otonom yang ada dalam tubuh NU tersebut, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)-Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah dua banom dari sekian banyak yang ada.
Badan otonom (Banom) dalam tubuh Nahdlatul Ulama (selanjutnya NU) adalah perangkat organisasi yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perseorangan. Dari sekian banyak Badan otonom yang ada dalam tubuh NU tersebut, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)-Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah dua banom dari sekian banyak yang ada.
Ahmad Syauqi
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama
Drama realis proses pengadilan M. Nazaruddin yang tertangkap di kota
Cartagena, Kolombia beberapa waktu lalu, hanyalah satu babak dari ratusan
episode bersambung cerita para koruptor di negeri ini.Tertangkap satu, muncul lagi seribu. Sebuah fenomena yang sangat miris dan menggelisahkan. Dalam bahasa yang agak sarkastik, ada yang berseloroh jika negeri ini telah menjadi negeri para maling. Betapa tidak! Kini Indonesia menduduki empat besar negara terkorup di Asia, sebagaimana diingatkan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas beberapa waktu lalu.
Virus Purba
Korupsi memang bukan penyakit baru. Ia merupakan virus purba yang telah ada semenjak adanya manusia. Dalam perkembangan kebangsaan Indonesia, korupsi telah bermetamorfosa dalam bentuknya yang kian canggih. Jika dahulu perilaku ini dilakukan dibawah meja oleh segelintir elit, kini ia telah dipraktikkan secara terang-terangan, formal, professional, berjamaah dan sistematis.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, misalnya, beragam momentum peralihan kekuasaan yang mengatasnamakan demokrasi, korupsi telah diterima sebagai praktik yang wajar. Melalui mekanisme demokrasi yang diatur Undang-Undang, para calon pimpinan kita sengaja menyebarkan uang (money politics) ke masyarakat agar ia menang dalam pemilihan anggota legislatif, eksekutif hingga pemilihan daerah dan pemilihan lurah. Dapat ditebak, setelah terpilih, mereka akan mencari cash back dari ongkos politik yang telah dikeluarkan sebelumnya dengan segala cara, tak peduli halal atau haram.
Modus korupsi semacam itu belum mencakup model gratifikasi dan beragam praktik kekuasaan yang kerap menyiasati uang Negara untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Nyanyian Nazaruddin di sebuah televisi swasta nasional baru-baru ini, betapapun masih membutuhkan pembuktian dan berbau black campaign, telah membuat kita terperangah. Wisma Altet Kemenpora hanya sebagian kecil dari penyalagunaan kekuasaan yang ia lakoni. Sekali lagi, Nazaruddin hanyalah satu dari ratusan koruptor yang masih bersembunyi dibalik dinding kekuasaan dan otoritas politik.
Mari kita simak laporan KPK baru-baru ini. Pelaku korupsi yang telah ditangani KPK tercatat sebanyak 245 orang. Mereka antara lain terdiri atas hakim (1), duta besar (4), kepala lembaga dan kementerian (6), komisioner (7), gubernur (8), wali kota dan bupati (22), lain-lain (26), anggota DPR dan DPRD (43), swasta (44), pejabat eselon I, II, serta III (84). Dana yang dikorupsi bukan hanya APBN tetapi juga APBD.
Problem Sistemik
Secara struktur-kelembagaan, Indonesia memang telah banyak berbenah sejak hadirnya reformasi. Salah satunya adalah hadirnya mekanisme check and balances dihampir semua institusi. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi atas ketakutan terjadinya monopoli kekuasaan sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh rezim Orde Baru. Sehingga kita temui saat ini hampir tidak ada satu institusi yang lepas dari pengawasan institusi lain.
Sayangnya reformasi kelembagaan itu berimplikasi pada minimnya efektifitas ketatanegaraan kita. Selain overload dengan ratusan lembaga publik, baik yang berada dibawah koordinasi pemerintah maupun non pemerintah, terjadi pemborosan anggaran Negara karena pembiayaan operasional yang tidak sedikit. Ironinya, korupsinya nyatanya kian menjadi-jadi. Praktiknya dilakukan secara berjamaah, dengan prinsip tahu sama tahu berbagi kue kekuasaan melalui deal tertentu antara institusi yang mengawasi dan yang diawasi.
KPK yang lahir sebagai kreasi baru dari mekanisme check and balances ini memang menunjukkan prestasi besar menjaring para koruptor. KPK lantas menjadi lembaga yang sedemikian cekatan mengungkap borok korupsi, hingga berani menjerat para pejabat Negara berpengaruh. Apresiasi positif dan optimisme atas pengikisan aksi korupsi di negeri ini sempat muncul.
Namun lagi-lagi, seiring keberhasilan KPK menjerat para koruptor, korupsi pun kian menggurita dan canggih. Pesimisme pun kembali muncul di benak publik. Indeks prestasi penurunan korupsi tidak pernah beranjak hadir, sebaliknya Indonesia menjadi empat besar Negara terkorup di Asia. Prestasi buruk ini tentu telah mencoreng itikad baik reformasi birokrasi dan orientasi good and clean governance yang sedang digalakkan selama ini.
Terlebih, masih terdapat celah menganga dalam praktik penegakan hukum di Indonesia yang kerap dimainkan oleh para koruptor untuk menyelamatkan diri. Sistem hukum kita belum berani bersikap tegas terhadap para koruptor. Meski terjerat hukum, paling lama hanya lima hingga sepuluh tahun. Itupun masih memungkinkan menyulap ruang pengap penjara layaknya hotel berbintang. Bandingkan dengan Cina yang secara konsisten menerapkan hukuman mati bagi para koruptor kakap. Sehingga para calon koruptor benar-benar dibuat was-was dan ketakutan. Itu menjadi pilihan yang paling mungkin dilakukan ditengah pondasi karakter bangsa yang karut-marut.
Pendidikan Karakter Anti korupsi
Barangkali dilatari oleh kegelisahan terhadap kondisi diatas, semenjak Juni lalu, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan KPK berencana menerapkan Pendidikan Karakter Antikorupsi dalam kurikulum prasekolah, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan perguruan tinggi.
Betapapun masih diragukan efektifitasnya karena dikhawatirkan siswa akan terjebak dalam ’rutinitas’ pencapaian nilai pada mata pelajaran pendidikan karakter itu, ikhtiyar ini patut diapresiasi mengingat ruang pendidikan masih memungkinkan menjadi pabrik bagi lahirnya generasi pemimpin masa depan yang unggul, jujur, cerdas, bertanggungjawab dan berintegritas. Pelajar, bagaimanapun, adalah garda terdepan kader pemimpin bangsa yang harus diselamatkan dari virus korupsi.
Hanya saja, beberapa catatan penting perlu dikemukakan. Pertama, Pendidikan Karakter Antikorupsi niscaya didesain sedemikian rupa sebagai upaya pembentukan character building dan moral antikorupsi dibanding transmisi pengetahuan dan seluk beluk teori antikorupsi kepada peserta didik.
Kedua, pendidikan karakter harus lebih menekankan ranah afektif (penjiwaan) dan psikomotorik –melalui praktik sehari-hari disekolah– ketimbang aspek kognitif. Di Jepang contohnya, ada pelajaran seikatsuka. Sejak dini siswa diajari hal-hal sederhana, seperti tatacara menyeberang jalan, kesantunan di dalam kendaraan, yang tidak ansich berupa teori. Dalam praktikum, guru mengajak pelajar untuk secara langsung menyeberang jalan, naik kereta, dan beragam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, menumbuhkan budaya malu dan menumbuhkan keteladanan. Keteladanan dan budaya malu ini tidak hanya dari para guru, tetapi juga dari bapak-bapak mereka, baik di lingkungan keluarga, hingga di lingkungan elit kekuasaan. Di beberapa Negara maju, para pemimpinnya tidak segan mengundurkan diri karena merasa malu tidak mampu mengemban tanggungjawab dan janji mereka. Sebaliknya di Indonesia, para elit kita tak malu-malu mempraktikkan penyimpangan kekuasaan, lantas membela diri mati-matian. Keletadanan inilah yang nihil dari pendidikan karakter kita.
Walhasil, dengan membumikan pendidikan karakter anti korupsi melalui menanman nilai diatas, diharapkan generasi pelajar terhindar dari virus korupsi. Dan pada gilirannya Negara ini akan memiliki stok calon pemimpin yang jujur, bertanggungjawab, dan selalu mengedepankan kepentingan rakyat. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar